Sejak malam itu, tekad Neina semakin membara. Setiap pagi, ia bangun lebih awal, memaksa kakinya untuk berjalan tanpa bantuan. Awalnya, ia hanya mampu melangkah beberapa meter, nafasnya tersengal, dan keringat dingin membasahi pelipis. Rasa sakit yang tajam seperti ribuan jarum menusuk-nusuk di setiap gerakan, namun Neina tak menyerah. Ia membayangkan dirinya berdiri tegap di hadapan Keandra, menunjukkan bahwa ia mampu. Bahwa ia bisa.Dinda, yang melihat perjuangan Neina, merasa terharu sekaligus khawatir. “Nona, jangan terlalu memaksakan diri. Semua butuh proses,” bujuknya lembut.Namun Neina hanya menggeleng, senyum tipis terukir di bibirnya. “Aku harus bisa, Dinda. Aku harus membuktikan padanya kalau aku tidak selemah yang dia kira. Aku harus… kembali menjadi diriku yang dulu.”Setiap pagi, Dinda mendampingi Neina di taman rumah. Gadis itu berkali-kali mencoba berdiri tanpa tongkat, jatuh, lalu berdiri lagi. Peluh membasahi keningnya, kaki terasa nyeri, namun ia tak menyerah.“P
Last Updated : 2025-09-13 Read more