“Paksa saja, Pak! Nenek di dalam!” pinta Neina, ia sedang panik sebab sang nenek yang biasa menyambutnya tak kunjung membuka pintunya. Pak Wawan mengangguk cepat. Dengan sekuat tenaga, ia mendobrak pintu kayu itu. Satu kali. Dua kali. Pada pukulan ketiga, pintu terhempas terbuka, membuat debu berhamburan.Tanpa pikir panjang, Neina langsung berlari ke arah halaman belakang. Nafasnya terengah-engah, langkah kakinya terasa berat seakan bumi ikut menahan. Begitu tiba, matanya langsung menangkap sosok neneknya—Sang nenek—terkulai di atas kursi rotan, tubuhnya jatuh miring seakan kehilangan tenaga. Sang bibi panik berusaha mengguncang dan menepuk-nepuk pipinya.“Bu… bangun, Bu… Ya Allah, jangan begini,” suara bibi bergetar, hampir menangis. Ia masih berusaha membangunkan tuannya. “Nenek!” pekik Neina, nyaris histeris. Ia segera berjongkok di sisi tubuh renta itu, menggenggam tangan Bu Lela yang terasa dingin. “Nek, dengar suara Neina… ini aku… Neina datang, Nek. Ayo, bangun!” Neina be
Huling Na-update : 2025-09-30 Magbasa pa