บททั้งหมดของ Putra Langit Tak Tertandingi: บทที่ 171 - บทที่ 180

Malam turun perlahan di Akademi Langit. Awan tipis menggantung di langit, dan cahaya lentera spiritual mulai menyala satu per satu di sepanjang jalanan paviliun. Suasana menjadi tenang, namun tak sepenuhnya sunyi. Di ruang latihan pribadi Tian Fan, lilin spiritual berwarna ungu lembut menyala, menciptakan suasana yang agak... terlalu hangat untuk dua orang. Xiao Zi Ning berdiri kaku di sisi kiri ruangan, membawa nampan kecil berisi teko teh dan dua cangkir keramik giok. Tangan mungilnya bergetar sedikit saat menuangkan teh. "Teh bunga plum, seperti saran Nyonya Kedua... mudah-mudahan beliau suka..." gumamnya pelan, berusaha meyakinkan diri sendiri. Tian Fan duduk bersila di atas alas meditasi, membuka mata perlahan dan menatap ke arah gadis itu. "Itu... teh untukku?" Zi Ning buru-buru membungkuk. "Ya, Guru. Aku membuatnya sendiri... dari kebun belakang." Tian Fan menerima cangkir itu dan menyesap pelan. Aroma harum bunga plum langsung memenuhi udara. "Rasanya... lembut

Formasi Kaca Jiwa bergetar. Retakan cahaya ungu menjalar ke udara, menggetarkan aliran spiritual yang merambat jauh hingga ke tepian arena. Tak hanya Bao Jie dan Zi Ning yang terkena efek utama, percikan energi mentalnya merambat liar, menyentuh siapa saja yang hatinya menyimpan kebimbangan. Lin Mixue sedang berdiri tak jauh dari sisi barat bukit latihan, fokus memperhatikan celah pada formasi utama. Namun dalam sekejap, pemandangan di hadapannya berubah. Warna langit membiru pucat. Aroma kabut tipis bercampur bunga musim semi menyapu wajahnya. Dan... ia berdiri di sebuah taman batu, bersama Lu Qian. Lu Qian juga terdiam. Di hadapannya, Lin Mixue berdiri dalam balutan gaun putih lembut, tak bersenjata, tak bersikap dingin. Ia tak tahu bagaimana bisa berada di sini, tapi tubuhnya merasa ringan... dan hatinya terasa hangat. "Apa ini..." bisik Mixue pelan, hampir tidak percaya. "Ilusi?" Lu Qian menoleh cepat. "Kau juga melihat ini?" Mereka saling memandang. Jarak di antara mere

Langkah Tian Fan membawa angin lembut saat ia keluar dari Formasi Kaca Jiwa. Matanya segera tertuju pada Fan Shishi yang duduk bersandar lemah di pangkuan Qi Jian. Wajah Shishi pucat, napasnya tak beraturan, dan tangannya masih menggenggam perut bagian bawahnya dengan raut menahan nyeri. "Shishi!" Tian Fan langsung melesat mendekat, meletakkan dua jari di pergelangan tangan gadis kecil itu. Aliran spiritualnya masuk, menyelami denyut halus di balik kulit. Dan yang ia temukan... mengejutkan. Di dalam tubuh Shishi, ada dua inti spiritual. Satu milik sang ibu. Dan satu lagi, sangat asing, sangat kuat. Energi Yang yang sangat murni. Panas. Berkobar seperti nyala api matahari di tengah danau. "Ini bukan janin biasa..." bisik Tian Fan. "Ia... membawa garis darah Kaisar Langit." Para istri saling pandang. "Garis darah Kaisar Langit?" ulang Tang Xian Er. "Berarti..." "Ia anakku. Tapi juga pewaris takhta surgawi. Energi Yang-nya terlalu kuat. Jika tidak segera distabilkan... tubu

“Bukan,” jawab Tian Fan pelan. “Dan karena itulah... saat kelahirannya tiba nanti, seluruh tatanan dunia mungkin tak akan sama lagi... tergantung apakah kekuatan Yin dan Yang dalam tubuh Shishi tetap stabil atau tidak.” Tian Fan berdiri di tengah ruangan, memandangi istri-istrinya satu per satu, lalu berkata dengan suara yang dalam tapi lembut. "Aku harap kalian semua akan membantuku menjaga Shishi dan putra kita bersama-sama." Semua gadis di ruangan itu saling memandang, lalu mengangguk bersamaan dengan penuh rasa cinta. Saat itu dengan ragu Dan Ran melangkah ke depan, "Kakak Suami, bagaimana cara Kakak Pertama mengobati Adik Kesepuluh?" "Adik Ketiga, kau jangan tanyakan itu... aku malu," jawab Qi Jian dengan pipi bersemu merah. Tidak semua orang paham maksud Qi Jian, tapi tentu saja ketujuh gadis yang ikut malam panas di kolam sebelumnya langsung paham. "Kakak Tian, apa kau tidak marah?" tanya Shi Su. "Adik kedua..." "Sudahlah Qi Jian, aku sudah mengatakan... jika

Tiga hari telah berlalu sejak arena di Lembah Abadi dibuka untuk duel besar antara Bao Zhang dan Xiao Zi Ning. Langit di atas lembah telah berganti warna berkali-kali, dari jingga pagi, kelabu hujan spiritual, hingga ungu pekat yang menyelimuti malam. Tapi satu hal tak berubah: suara ledakan formasi dan dentuman energi yang terus bergema, tanpa henti. Tanah di sekitar arena telah retak. Pilar-pilar penopang spiritual terlihat nyaris runtuh, namun Bao Zhang dan Zi Ning masih berdiri tegak. Keduanya seolah tak mengenal lelah, memaksa batas kemampuan mereka dalam duel panjang yang mempertaruhkan lebih dari sekadar kemenangan. Ini bukan duel biasa. Ini adalah ujian kelayakan Xiao Zi Ning, untuk membuktikan bahwa ia layak menjadi murid langsung kelima Tian Fan. Sebuah posisi yang tak pernah diberikan sembarangan. ... Di tribun kehormatan, tiga sosok duduk berjajar dalam diam. Mereka adalah Wu Lin Jia, Bai Guan Xing, dan Bao Jie, para murid langsung Tian Fan yang telah lebih dul