All Chapters of Putra Langit Tak Tertandingi: Chapter 161 - Chapter 170

Tiga bulan telah berlalu sejak Perburuan Langit ke-108 berakhir. Namun gaungnya... masih menggema di seluruh Dimensi Menengah. Nama Sekte Putra Langit tak lagi terdengar asing. Dari sekte baru yang semula diremehkan, kini mereka menjadi simbol kebangkitan, kesatuan, dan kekuatan sejati. Kini Sekte Putra Langit telah dikenal luas. Hanya dalam waktu tiga bulan saja, jumlah murid yang ingin bergabung dengan Sekte Putra Langit sudah berjumlah ribuan orang. Dengan cekatan, empat master dari empat gerbang paviliun membentuk panitia penerimaan siswa. Namun berbeda dengan para siswa yang sebelumnya bergabung karena ingin sepenuhnya berlindung di bawah bendera Sekte Putra Langit, sebagian dari para murid baru ini adalah utusan dari sekte lain yang hanya ingin beraliansi. Mereka mengirimkan murid muda berbakat mereka untuk dibina di dalam sekte. Jenderal Shan Cheng yang paham betul akan strategi sudah memperingatkan Tian Fan akan kemungkinan adanya mata-mata. Empat tetua agung yang me

Langit pagi masih berselimut kabut tipis, ketika lantai utama Akademi Langit mulai dipadati oleh ratusan murid baru. Empat paviliun, Timur, Selatan, Barat, dan Utara, telah memulai pelatihan dasar. Namun, hari ini berbeda. Hari ini adalah saat para tetua seleksi mengumumkan tiga murid unggulan yang telah menonjol dalam tiga hari pertama pelatihan dasar. Di tengah pelataran batu putih, Tian Fan duduk santai di kursi utama, diapit oleh empat tetua agung dan empat master gerbang. Keenam belas istrinya berada di tribun kehormatan, memperhatikan dengan mata berbinar. “Nama-nama yang akan disebutkan... bukan sekadar murid,” ujar Bao Zhang lantang. “Mereka adalah simbol harapan. Titik api yang akan kami asah hingga bersinar.” Wu Lin Jia melangkah ke depan. “Murid unggulan pertama... Yun Lei Bao. Usia delapan belas. Asal Kota Xuanlei. Menguasai teknik pedang angin-petir, dengan dual inti spiritual.” Seorang pemuda kurus tinggi melangkah ke tengah. Rambut perak pendeknya tampak menya

Suasana di arena mendadak lengang. Tiga murid unggulan terbaring di tanah, tubuh mereka masih bergetar dari dampak formasi yang begitu presisi dan mengerikan. Mereka bukan kalah karena lemah, tapi karena tidak bisa memahami medan yang mereka pijak. Bagi kebanyakan murid, itu penghinaan. Tapi bagi Xiao Zi Ning, itu penghakiman. Gadis itu berdiri angkuh di tengah arena, rambutnya berkibar pelan oleh angin sore. Sinar matahari menyinari wajahnya yang dingin dan nyaris tanpa emosi. Tapi suaranya menggema jelas: “Jika mereka adalah yang terbaik... maka pemimpinnya pasti tidak jauh lebih unggul.” Tribun langsung bergemuruh. Sebagian murid menahan napas. Sebagian tetua mengangkat alis, tidak percaya ada seseorang yang berani bicara seperti itu... di hadapan Putra Langit Tak Tertandingi. Tapi Tian Fan tidak bangkit. Ia hanya menatap Xiao Zi Ning sambil menyesap secangkir teh. Suara teh itu terdengar lebih keras dari gemuruh murid-murid. “Aku dengar,” ucap Tian Fan pelan, “kau me

Pagi itu, langit di atas Akademi Langit tampak cerah, seolah alam pun menyambut awal yang baru. Tapi bagi Xiao Zi Ning, dunia justru terasa berkabut. Ia berdiri di depan gerbang kediaman pribadi Tian Fan, sang Pemimpin Langit, dengan wajah tegang dan pipi yang terus memerah. Tangannya mengepal... lalu membuka... lalu mengepal lagi. Rok putih panjangnya berkali-kali ia rapikan, meski tak ada satu lipatan pun yang salah. "Aku murid langsung... aku murid Master Tian Fan... murid Pemimpin Langit..." gumamnya berulang-ulang, dengan gelisah dan pipi yang terus merona. Tiba-tiba, pintu terbuka. Tian Fan muncul dengan jubah dalam hitam sederhana. Rambutnya masih agak berantakan, menandakan ia baru saja menyelesaikan meditasi. “Xiao Zi Ning?” Gadis itu langsung membungkuk terlalu dalam hingga nyaris mencium lantai. “Sa... salam hormat, Guru!” Tian Fan mengangkat alis. “Tak perlu terlalu kaku. Masuklah.” Ia melangkah masuk tanpa menutup pintu. Tapi Zi Ning tetap berdiri di a

Keesokan harinya... Pagi di Akademi Langit disambut oleh sinar matahari lembut yang menyelinap masuk ke sela-sela dahan pohon plum. Burung-burung spiritual berkicau di langit, namun di sebuah paviliun kecil di sisi timur, suasana justru terasa... panas. Xiao Zi Ning duduk kaku di depan meja teh, mengenakan jubah putih bersih dengan rambut disanggul rapi. Di hadapannya duduk seorang wanita cantik berambut perak keunguan, mengenakan cheongsam spiritual modern yang membalut tubuh rampingnya. Dia adalah Luo Shi Su, istri kedua Tian Fan. Di samping Shi Su, duduk santai Lin Xiao Yu, istri keenam Tian Fan, sang guru akademi, dengan buku di pangkuannya. Meski membaca, matanya terus melirik ke arah Zi Ning dengan senyum geli. "Jadi... kau murid langsung satu-satunya dari suamiku, ya?" tanya Shi Su sambil menuangkan teh. Zi Ning menunduk sopan. "Ya, Nyonya Kedua. Itu kehendak Guru." "Hmm..." Shi Su menyesap tehnya perlahan. Lalu dengan senyum manis yang sarat makna, ia bertanya lagi