All Chapters of Cinta Kita Sudah Sampai Ujung: Chapter 31 - Chapter 40

Hari ini adalah hari Jake tiba di Kota Amari.Luka bakar di tangan Vanesa sudah hampir sembuh, dia sudah bisa mengemudi sendiri.Saat ini, dia sedang mengendarai mobil milik Stella untuk pergi ke bandara menjemput Jake.Di tengah perjalanan, Vanesa menerima telepon dari Stella.Stella tidak menjelaskan banyak, hanya menyuruhnya segera kembali ke rumah sakit.Hati Vanesa tiba-tiba gelisah, kelopak matanya berkedut hebat.Dia mengirim pesan kepada Jake, lalu memutar balik mobilnya menuju rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, Vanesa langsung menuju kantor Alex.Alex menyerahkan sebuah laporan kepadanya. Vanesa menerimanya.Isinya adalah diagnosa leukemia akut, stadium menengah hingga lanjut.Berita itu sangat mengejutkan, seperti petir yang menyambar di siang hari, Vanesa sulit menerima kenyataan.Namun, laporan itu ada di tangannya.Dia berusaha keras mengembalikan suaranya, menatap Alex dan bertanya, "Apa ini bisa disembuhkan?""Tentu bisa diobati, tapi kondisi tubuh ibumu cukup lema

Steven memasukkan satu tangan ke sakunya. Dia menurunkan matanya yang sipit, menatap Hanna dan berkata dengan suara yang datar, "Pulanglah dan istirahat lebih awal saja."Setelah berkata demikian, Steven menutup pintu mobil.Suara pintu tertutup tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan, tetapi membuat Hanna terkejut dan terpaku beberapa detik sebelum sadar kembali.Mobil pun melaju pergi. Dia menurunkan kaca jendela dan mengulurkan kepala mencari Steven, tetapi yang terlihat hanya punggungnya saat masuk ke lift."Noel, berhenti."Noel adalah asisten pribadi Steven yang sudah lama mendampinginya dan paling peka terhadap perasaan Steven.Malam ini suasana hati Steven jelas sedang tidak baik.Noel menatap Hanna lewat kaca spion. "Nona Hanna, Pak Steven memerintahkanku untuk memastikan Anda tiba di rumah dengan aman, jadi jangan buat aku kesulitan."Mendengar itu, Hanna menunduk dan diam-diam menggenggam erat tangannya sendiri....Di dalam ruang VIP yang penuh lampu merah dan hiruk-pik

"Steven, jangan-jangan kamu beranggapan kalau aku akan dengan bodohnya menjadi pengasuh gratis buatmu dan Hanna lagi karena diperlakukan dengan baik olehmu?"Vanesa pun mencibir, lalu melanjutkan, "Jujur saja, aku merasa sangat mual memikirkan sudah membesarkan anakmu dan Hanna selama lima tahun!"Steven refleks menginjak rem.Bunyi decit rem pun terdengar memecah keheningan malam.Mobil Maybach itu langsung berhenti di pinggir jalan."Vanesa, Regan benar-benar menganggapmu sebagai ibunya."Steven menatap Vanesa melalui kaca spion. "Apa kamu nggak merasa ucapanmu itu keterlaluan?"Vanesa menghindari tatapan Steven, tangannya yang tergantung di samping pun mengepal dalam diam.Dia tahu Regan tidak bersalah, tidak seharusnya juga dia melampiaskan amarahnya kepada anak itu.Namun, saat ini Vanesa harus berkata seperti itu."Aku hanya bicara jujur," jawab Vanesa dengan ekspresi acuh tak acuh.Steven balas mendengkus dengan dingin, wajahnya yang tampan terlihat tidak senang. Saat dia hendak

"Kita ke studio dulu," jawab Vanesa."Studio?""Kamu bawa patungnya, 'kan?" sahut Vanesa sambil menoleh menatap Jake. "Aku mau cek itu asli atau nggak.""Oke," jawab Jake sambil tersenyum.Sebenarnya, dia juga tidak sabar ingin melihat kemampuan Vanesa.Dia ingin tahu bakat seperti apa yang membuat Pak Marlon yang tegas itu tetap mengingat Vanesa bahkan setelah lima tahun berlalu.Sesampainya di studio, Vanesa berganti pakaian kerja terlebih dahulu.Di ruang restorasi, Vanesa membuka wadah relik budaya, lalu meletakkan patung porselen di atas meja kerja dan memindainya ....Dia menganalisis data yang ada dan melakukan transmisi ke komputer."Kerusakannya ternyata lebih parah dari yang terlihat di foto, ini bukan kerusakan yang mudah diperbaiki," kata Vanesa dengan nada serius. "Teknik pahatannya sudah kuno sekali, ada beberapa bahan baku yang mungkin sulit ditemukan."Jake memasukkan satu tangannya ke dalam saku, ekspresinya tampak seperti sedang menikmati sebuah pertunjukan. "Setelah

"Nggak!" Regan buru-buru berkata, "Aku paling suka sama Ibu!"Hanna tersenyum dengan senang. "Ibu juga paling sayang sama Regan. Cuma Regan putra kesayangan Ibu selamanya. Regan harus ingat kalau Regan putra Ibu satu-satunya."Bujukan Hanna itu membuat Regan menjadi senang, dia berkata sambil tersenyum, "Ibu, Ibu cantik dan seorang artis terkenal! Sebagai putra Ibu, aku nggak boleh terlalu sombong!"Sedetik kemudian, senyumannya lenyap. Regan teringat akan Vanesa, lalu mengernyit dan mengeluh, "Ibu Vanesa nggak sebaik Ibu! Dia harus pergi ke sana dan kemari demi memperbaiki barang-barang! Dia nggak dapat banyak uang dan nggak bisa sering menemaniku. Pantas saja Nenek nggak suka padanya!"Hanna mengelus kepala bulat Regan, seulas senyuman lembut selalu menghiasi wajahnya yang cantik.Di persimpangan, mobil pun berhenti perlahan.Mobil hitam yang Hanna dan Regan tumpangi bersebelahan dengan mobil Range Rover putih yang Vanesa dan Jake tumpangi.Hanna memperhatikan Vanesa melalui jendela