บททั้งหมดของ Membuatmu Menjadi Milikku: บทที่ 241 - บทที่ 250

"Kamu tidak sendirian lagi." "Iya." Sza kembali menganggukkan kepala secara bersemangat, "maafkan aku yah, Pak, soalnya tadi … lagi-lagi kehilangan arah." "Lain kali jangan," serak Victor, berkata berat sambil mengusap pucuk kepala Sza secara penuh kasih sayang. "Aku percaya kamu bisa melewati semua badai di dunia ini. Kamu orang hebat dan kuat, Sza." Sza lagi-lagi menganggukkan kepala secara kuat, senyum lebar pada Victor. Sejenak dia menatap sosok itu, terdiam dengan mata berkaca-kaca. Setelah orang tuanya tiada, dia hanya punya sosok ini. Yang selalu melindungi dan menjaganya, yang tak henti menyemangati dan menasehatinya. Dia sangat berarti bagi Sza. "Terima kasih, Pak." Sza mengerjap mata, mencoba supaya tak menitihkan air mata. "Hahaha … sama-sama, Sza. Aku sudah sering melihatmu menangis, jadi tak perlu malu menangis di depanku," ucap Victor sambil tertawa kecil. Sza akhirnya menjatuhkan air mata, akan tetapi tawa merdu dan bahagia keluar dari bibirnya. "Boleh

'Dia diam saja lagi.' batin Sza, lagi-lagi senyum kaku pada Xenon, 'bahas apa lagi yah enaknya. Mati kamus aku ngehadapin makhluk tampan ini.' batin Sza, kembali menoleh ke sana kemari karena canggung dan tak tahu harus mengatakan apa. Tadi, dia sudah mencoba mengajak pria ini berbicara. Akan tetapi Xenon tak menyahut sama sekali. Itu membuat Sza semakin gugup. Saat Sza menoleh ke arah tembok depan ranjang, mata Sza langsung membulat. Mulutnya menganga lebar dan jantungnya berasa turun ke lambung. Gila! Lukisannya a-ada di sana, dipajang di tembok dengan dipasangkan bingkai berwarna hitam campur emas; figura dengan ukiran bunga mawar merah di setiap sudut bingkai. 'Lu-lukisanku kok bisa di sini?' batin Sza, reflek berdiri sambil menatap terkejut pada lukisan tersebut. "Kau ingin kemana? Kemarilah," ucap Xenon tiba-tiba, menarik pergelangan tangan istrinya sehingga Sza kembali duduk di sebelahnya. Sza menoleh ke arah Xenon lalu menatap sekilas pada lukisannya. "Itu … d

Masalahnya anak imut tetapi kelakuan dakjal ini, tergolong mahasiswi yang cerdas dan kritis sehingga dosen sangat sulit menbantainya. Kedua dosen pembimbing anak ini juga terkena masalah, kena peringatan dekan sebab dianggap bersikap buruk. Anak ini tukang kritik kampus dan fakultas mereka, dan siapapun dosen yang berurusan dengannya akan berakhir kena na'as. "Ouh, jadi kamu yang namanya Sza?" ucap dosen tersebut dengan santai tetapi jantung berdebar kencang. Secepatnya dia harus mengusir anak siluman ini dari rumahnya. "Jadi Aluna ini temanmu?" "Iya, Pak," jawab Sza tegas. "Jadi … Bapak mau gimana nih? Kita bicara baik-baik apa langsung by one saja?" ucap Sza menantang, sejak tadi menahan kesal karena melihat sikap sang dosen yang terkesan menganggap mahasiswa rendah dan memposisikan dirinya sebagai raja yang harus dipatuhi, dihormati dan tak ingin ada yang membantahnya. Sza paling benci dosen yang bersikap seperti ini. Benar! Dosen memang harus dihormati oleh mahasiswanya.

"Sialan anak ingusan itu!" marah Carlos, paman Sza. Setelah diusir oleh Sza dan kuasa hukum dari mendiang kakaknya tersebut, dia dan keluarga kembali ke rumahnya. Bagi kalangan menengah, rumahnya termasuk besar. Namun, tak sebanding dengan rumah peninggalan orang tua Sza. "Bisa-bisanya dia menyerahkan rumah itu pada Victor. Dia sama sekali tidak menghormatiku sebagai pamannya!" Carlos memukul meja di sebelahnya sehingga menimbulkan suara dentuman yang keras. Brak' "Anak itu memang kurang ajar." Rina ikut memgomentari, "susah payah aku bersikap baik padanya, rela jadi penjilatnya, akan tetapi … ck, dia berani menentang kita semua. Kenapa kita tidak bunuh saja dia, Pah?" kesal Rina pada suaminya, mendapat anggukan dari Cyntia. "Jika dia mati seluruh kekayaan Kakakku akan dijadikan amal. Victor kuasa hukum yang kuat, dan kita tidak bisa melawannya." Carlos berkata malas, berjalan ke sofa lalu duduk di sana. Rina dan Cyntia mengikuti, duduk di sofa bersama di ruang keluarga yang t

"Aku akan ke sana," ucap Sza, kemudian menutup telepon. Sza menoleh ke arah Jarvey dan Aluna, lalu pamit untuk pergi. "Aluna, aku pergi bentar yah. Daaa …." "Eh, tunggu! Kamu mau kema--" Belum selesai ucapan Aluna, Sza lebih dulu pergi dari sana. *** "Maafkan aku, Sza." ucap Victor, penuh penyesalan, perasaan bersalah dan cukup khawatir secara bersamaan. Sza tak menjawab, terpaku di ruang utama kala tak menemukan foto keluarganya ada di sana. Wajah Sza seketika murung, reflek terduduk lemas di sofa. Melihat kondisi Sza, Victor langsung menoleh ke arah dinding. Dia begitu terkejut saat menyadari kalau foto keluarga Sza hilang. Itu foto paling spesial bagi Sza, foto yang menjadi pengobat rindu untuk anak malang ini. "Aku tahu ini kelakuan siapa, Pak," ucap Sza, setelah termenung cukup. Dia mendongak dan menatap Victor sayu. "Pasti si Carlos Anj---!" lanjut Sza. Victor ingin menjawab, akan tetapi tiba-tiba saja seorang pria dengan aura mengerikan masuk ke dalam ruangan