Ucapan Maureen meluncur begitu saja. Begitu sadar, wajahnya langsung memanas. Dia tidak pernah memuji Reinner sebelumnya. Matanya membulat, sementara Reinner terdiam beberapa detik.Keheningan di antara mereka terasa aneh. Canggung dan kikuk. Beruntung, Reinner dengan cepat mengatasi perasaannya.“Kamu baru sadar aku tampan, huh?” godanya, pura-pura tersinggung. Nada suaranya ringan, tapi sorot matanya hangat. Dia tidak ingin Maureen merasa canggung karena keceplosan.Maureen langsung memutar bola mata, pura-pura kesal. “Jangan besar kepala! Aku cuma memujimu karena pernah membaca kalau pujian itu baik buat kesehatan.”“Kalau begitu, aku tidak butuh dokter untuk sembuh." Reinner terkekeh."Aku tidak mau bicara lagi denganmu, Rein." Maureen melengos, tapi sudut bibirnya ikut terangkat.Untung saja perdebatan kecil itu disela oleh suara ketukan pintu yang disusul dengan suara, “Permisi, Tuan, pesanan sarapan sudah tiba."Maureen spontan berdiri. "Yaaa! Tunggu” serunya sambil berlari ke p
Last Updated : 2025-10-28 Read more