Amel duduk di tepi ranjang, tangannya meremas ujung selimut dengan gemetar. Ia tak keluar kamar setelah pulang dari kafe tersebut. Pikirannya masih kalut, terus memutar kejadian tadi—Jonathan memeluk Fidya. Ia mencoba menepisnya, menolak percaya, tapi bayangan itu terus berulang di benaknya. Apakah semua kata-kata Jonathan selama ini hanya omong kosong?Hingga suara ketukan keras di pintu membuatnya terlonjak. Sebelum sempat menjawab, pintu terbuka. Marcell berdiri di ambang pintu—wajah pucat, rambut berantakan, mata merah. “Amel,” panggil Marcell, suaranya pelan tapi mendesak. “Kamu harus ikut aku sekarang.”Amel mengerutkan keningnya. “Kemana, Kak?” Marcell masuk tanpa memberi jawaban. Langkahnya cepat, gelisah. Amel refleks berdiri, satu langkah mundur. “Kak Marcell, ada apa? ” “Aku sudah tidak tahan. Mereka semua membohongi kita. Jonathan, Mama, Eyang. Mereka semua tahu apa yang terjadi, tapi memilih diam.”“Apa maksudmu?” Marcell menghampirinya, menggenggam tangannya dengan
Huling Na-update : 2025-08-04 Magbasa pa