Di dalam taksi, Nayla duduk diam, nyaris membatu. Tubuhnya tegap, seolah sedang mencoba mempertahankan sisa harga diri yang masih bisa diselamatkan.Tangisnya tidak meledak. Titik air jatuh perlahan, seperti embun di ujung dedaunan. Senyap, tapi terus mengalir.Tidak ada isakan. Tidak ada suara. Hanya air mata yang mengalir tanpa permisi.Di pangkuannya, map abu-abu dari kantor konsultan perceraian terbuka setengah, memperlihatkan berkas-berkas rapi yang entah mengapa terasa kejam. Di sana, hidupnya diringkas jadi data, pasal, dan dokumen. Rumah tangga yang selama ini dia pertahankan, kini diuraikan menjadi istilah hukum dan kolom tanda tangan.Nayla tidak menangis karena Nathan. Tidak. Tidak sama sekali. Tidak lagi.Air mata itu jatuh karena dia tak pernah membayangkan akan duduk di kursi itu. Membuka mulut, membahas kegagalan yang selama ini dia tutupi. Mengakui bahwa pernikahan yang dulu dia bela habis-habisan, kini tinggal bayangan.Dulu, baginya, kata cerai hanya milik orang lain
Last Updated : 2025-07-19 Read more