“Cerai?” Suara Nathan terdengar pelan, tapi tajam.Nayla tidak menunduk. Matanya tetap menantang ke arah pria yang dulu pernah dia cintai. Atau lebih tepatnya, dia pikir, pernah dia cintai.“Nayla, jangan bercanda.”“Aku serius,” pungkas Nayla. “Aku sudah memutuskan, lebih baik kita bercerai.”Nathan beranjak mendekat. Senyumnya masih bertahan. Namun, Nayla bisa melihat ekspresi penuh perhitungan di balik topeng yang menampakkan kehangatan dan keramahan.“Sayang, aku mengerti kamu sedang lelah,” katanya lembut, seolah kalimat itu bukan bentuk pengabaian, melainkan pelukan. “Pernikahan memang tidak selalu mudah. Dan pikiranmu sedang kacau, sampai-sampai kamu terpikirkan ide gila seperti itu.”Nayla tertawa hambar. “Justru ini adalah ide paling waras yang pernah aku buat dalam kehidupan rumah tangga kita yang gila.”Nathan berdiri perlahan dari kursi. Sejenak, dia merapikan kerah jasnya. Gerakannya tenang, nyaris teatrikal. Tak lupa, dia juga mengusap rambut Nayla lembut, meski yang bis
Last Updated : 2025-07-11 Read more