Tous les chapitres de : Chapitre 51 - Chapitre 60

Nayla sedikit bernapas lega saat menyadari bahwa tujuan mereka kali ini bukan villa mewah berjendela super besar, tempat yang menyimpan begitu banyak memori buruk. Di sanalah dia merasa disiksa, hingga akhirnya berhasil kabur dari Damian. Sebuah tempat yang tak hanya sekadar panas, tapi juga mampu membakarnya hidup-hidup.Kali ini, untungnya, mobil berhenti di depan bangunan yang familiar. Itu adalah rumah Damian yang sejak dulu sudah Nayla kenal. Rumah yang memang biasa dia singgahi bersama Adrian.Namun, segalanya ternyata tak lagi terasa sama. Sejak malam setelah tragedi di club, pandangannya terhadap rumah ini telah berubah sepenuhnya.“Hujan, Nayla. Pakai ini,” ucap Adrian sambil menyodorkan jaket ke pundak dan puncak kepala Nayla.Hujan tipis berhasil mengaburkan jendela mobil. Setelah mematikan mesin, Damian keluar lebih dulu dan langsung membuka pintu depan rumahnya. Tak menoleh, tak menunggu, hanya membiarkan pintu terbuka lebar seolah memberi isyarat kepada dua tamunya untuk

Adrian menajamkan tatapan. Matanya menelusuri gerak tangan Damian yang baru saja meletakkan anting itu, lalu beralih ke wajah Nayla yang tampak membeku. Kerutan halus di antara alisnya mengeras.“Nayla? Aku tahu itu memang punyamu. Itu koleksi lama, ‘kan?” Adrian bertanya seperti suara bisikan yang mencoba menahan bara.Nayla tidak menjawab. Tubuhnya tetap diam di tempat. Namun, tangannya terulur meraih sepasang anting dari Damian sebagai jawaban kalau itu memang miliknya.Adrian mengalihkan pandangan ke Damian. “Bagaimana bisa antingnya ada di tempatmu? Dia hampir tidak pernah melepas perhiasan, kecuali saat tidur.”Damian menatap Adrian, lalu perlahan menoleh pada Nayla. Tak ada senyum, tak ada emosi mencolok. Hanya tatapan senyap yang diam-diam menusuk langsung ke pusat keberanian Nayla.“Tanya saja pada adikmu,” jawab Damian yang sengaja masih mengunci pandang pada mata cokelat milik Nayla.Udara berubah tipis, seperti lembar

“Nathan benar-benar sampah,” ujar Nayla pelan, tapi penuh bisa.Adrian dan Damian masih saling tatap. Meski terlihat hening, sebenarnya sedang ada kegaduhan di kepala dua pria itu. Sambil masih berbicara dengan Damian lewat mata, mulut Adrian tetap bisa menanggapi ucapan adiknya."Dia bahkan lebih buruk dari sampah."“Dia bicara ke media tentang sidang yang bahkan bersifat tertutup. Dia membocorkan semuanya, memutarbalikkan fakta, dan sekarang... dia sedang membangun narasi seolah dia korban,” papar Nayla panjang lebar.Di samping Nayla, Adrian berkali-kali mengumpat. Sebenarnya, Adrian sama murkanya dengan Damian. Bedanya, Adrian cenderung lebih meledak, sementara Damian lebih diam dan gelap.“Dan sekarang dia akan menuntutku,” lanjut Nayla lirih.Nayla tertawa kecil, tapi itu bukan tawa. Lebih seperti suara lelah yang akhirnya menyerah pada kenyataan bahwa dia sedang dikelilingi oleh kebohongan, pengkhianatan, dan kejahatan ber

“Tapi, Damian, bagaimana bisa kamu…”Kata-kata itu tak utuh. Terlontar separuh, lalu runtuh.Adrian masih menatap layar, tapi sorot matanya tak lagi tertuju pada apa yang terlihat. Pikirannya bergerak perlahan ke arah lain. Ke ruang-ruang kecil dalam dirinya yang selama ini jarang tersentuh.Dia sudah terlalu lama hidup berdampingan dengan Damian. Kepalanya seharusnya sudah terbiasa dengan setiap lakunya. Namun, tetap saja, ada sesuatu yang menggeliat dalam benak.Bukan karena isi rekaman. Bukan karena apa yang mereka saksikan. Melainkan karena bagaimana cara Damian melakukan.Efisiensi. Kecepatan. Tepat sasaran. Tanpa celah. Tanpa suara.Ada sesuatu dalam cara kerja Damian yang sangat tidak manusiawi. Adrian tahu betul kalau temannya itu seperti bisa bergerak di antara bayang-bayang. Namun, dia tetap tercengang akan pergerakannya yang terlalu rapi dan sunyi.“Ternyata Andy masih bekerja untukmu?” tanya Adrian.

Damian menjentikkan abu rokok ke dalam asbak kristal. Aura tubuhnya masih menyimpan badai. Matanya menatap lurus, menikmati kekacauan yang dia ciptakan seperti seorang pelukis menikmati goresan tintanya. “Kamu yakin ini tidak terlalu cepat?” tanya Adrian, meski suaranya tidak terdengar ragu. “Kita hanya menyalakan korek,” sahut Damian pelan. “Biar publik yang membakar.” Bersamaan dengan itu, notifikasi di ponsel Adrian berbunyi. Carina mengirim tautan artikel baru. 'Nathan Diduga Terlibat Skandal di Rooftop Hotel?' '‘Suami Baik’ yang Tertangkap Kamera?' 'Reputasi Emas yang Mulai Retak?' Adrian mengangkat alis, lalu melempar ponsel itu ke sofa. “Baru permulaan. Dan ini sudah lebih seru dari dugaan.” Damian tertawa pelan. Suara tawa yang tidak menyenangkan. Gelegarnya cenderung dingin dan mencekik. "Yang seru belum dimulai," katanya sambil membuka file lain di f