Aldrich mengulurkan tangannya pada Pevita, yang masih meringkuk di trotoar. Pevita menerima uluran tangan itu dengan gemetar, air mata masih deras membasahi pipinya yang bengkak. "Ayo, kita masuk," bisik Aldrich, mengalihkan pandangannya dari jalan yang gelap. Dia memapah Pevita pelan menuju mobil, membiarkan gadis itu duduk di kursi penumpang. Aldrich mengambil tempat di kursi pengemudi, tetapi tidak langsung menyalakan mesin. Dia menyalakan lampu dalam mobil, menatap Pevita dengan kekhawatiran yang nyata. "Siapa pria itu, Pevita?" tanya Aldrich lagi, suaranya lembut tapi penuh desakan. Dia harus memastikan bahwa ancaman itu sudah berlalu. Pevita menunduk, menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan isakannya. "Itu... itu ayah saya, Tuan," bisik Pevita, suaranya tercekat dan penuh rasa malu. Pengakuan itu menghantam Aldrich, menguatkan apa yang ia dengar di jalan tadi. Ayah Pevita. Bukan rentenir, bukan preman acak, melainkan darah daging Pevita sendiri. "Ayahmu?" ulang Aldr
Last Updated : 2025-10-26 Read more