Semua Bab Malam Terakhir di Singgasana: Bab 71 - Bab 80

Toni berkata pada Kepala Kasim Biro Urusan Dalam Istana, "Memang sudah tugasmu untuk meminta Yang Mulia memilih nama selir setiap malam. Yang Mulia hanya memarahimu beberapa kali, bukan menghukummu. Kau datang lagi saja besok. Apa yang perlu dikhawatirkan? Siapa yang nggak pernah dimarahi oleh Yang Mulia?"Kepala Kasim hanya terdiam dan pergi bersama orang-orangnya dengan lesu dan kepala tertunduk.Para selir di istana yang telah menunggu sejak sore mendengar bahwa Kaisar tidak memilih nama siapa pun. Selain merasa kecewa, mereka tentu saja menyalahkan Lyra atas hal itu.Kaisar bahkan mengurung Selir Sienna demi seorang dayang. Apa lagi yang bisa mereka lakukan tak peduli semarah apa pun mereka?Wanita itu berada di bawah pengawasan langsung Kaisar, tidak ada kesempatan untuk menyentuhnya. Paling-paling, ketika mereka pergi ke Istana Anggrek untuk memberi penghormatan besok pagi, mereka akan duduk bersama dan mengeluh hal yang sama.Lyra belum makan malam. Dia tinggal bersama Kaisar sa

Namun, Kaisar tidak berpikir demikian, "Apa yang kau takutkan? Aku nggak akan membiarkannya muncul. Aku hanya akan menyuruhnya berdiri di pintu masuk aula belakang. Yang penting, aku masih bisa melihatnya."Singkatnya, Lyra harus berada dalam pandangannya.Tidak ada cara lain, jadi Lyra harus mengikutinya ke Aula Keemasan dan berdiri di pintu ujung koridor yang biasa dilewati Kaisar saat keluar dari sana. Kaisar sedang duduk di singgasananya namun tetap bisa melihatnya begitu menoleh.Toni berbisik sambil bercanda dengan Lyra, "Kalau kau meletakkan kursi di sini dan menggantungkan tirai, kau bisa memerintah negara dari balik tirai. "Lyra tersenyum pahit.Dia tidak ingin memerintah negara dari balik tirai. Dia hanya ingin meninggalkan istana. Keluar dari sini adalah satu-satunya yang ada di pikirannya sekarang.Dia berdiri di sana, mendengarkan para pejabat menyampaikan salam kepada Kaisar, dan kemudian mulai memberi laporan satu per satu sesuai dengan pangkat mereka.Itu adalah pertam

Setelah lima tahun tidak bertemu, suaranya benar-benar berubah. Dibandingkan dengan suaranya dulu yang cepat dan riang, suaranya saat ini menjadi lebih tenang dan dalam, seolah-olah telah dipoles oleh angin dan pasir gurun. Begitu dia berbicara, aura luasnya perbatasan barat laut muncul di wajahnya.Setelah dia selesai berbicara, suaranya seakan masih bergema di aula.Tetapi tidak peduli bagaimanapun suaranya berubah, selama dia berbicara, Lyra akan tetap bisa mengenalinya.Karena suara itu tersembunyi jauh di dalam ingatannya dan terukir di tulang dan darahnya.Dia bertahan melewati malam-malam tanpa tidur yang tak terhitung jumlahnya dengan mengingat kata-kata yang pernah diucapkannya berulang-ulang.Sekarang, dia hanya berharap Kaisar dapat menahan orang itu dan membawanya kembali ke ruang belajar selatan untuk ngobrol setelah rapat pagi selesai.Agar dia dapat melihatnya dengan jelas.Dia benar-benar ingin melihatnya.Namun seperti biasa, Kaisar tidak pernah mewujudkan keinginannya

Lyra kembali ke kamar, tepat saat Kaisar sudah terbangun.Kaisar membuka mata dan melihatnya, ekspresi puas langsung terlihat di wajahnya, seolah-olah itu adalah hal yang sangat penting untuk melihatnya segera setelah dia bangun tidur."Apa kau sudah makan?" Dia bahkan bertanya pada Lyra dengan suara yang lembut.Lyra mengangguk sebagai jawaban."Kalau begitu, bantu aku berganti pakaian!" kata Kaisar.Lyra dengan patuh mengambil jubah naga dan berjalan mendekatinya. Dibandingkan dengan dua kali sebelumnya, gerakannya sekarang sudah lebih luwes, menandakan kalau dia sudah terbiasa dengan hal itu.aKaisar mengangkat lengannya dan menatapnya yang sedang melingkarkan tangan di pinggangnya, berpikir bahwa mungkin dia akan terbiasa dengan hal itu seiring waktu berjalan.Selama dia tidak selalu berpikir untuk pergi, Kaisar bersedia memberinya cukup kesabaran untuk membuatnya terbiasa dengan hal itu dan beradaptasi perlahan-lahan.Lagipula, apa bagusnya kediaman Bangsawan Andrian? Dengan statu

Lyra tahu kalau dia tidak bisa menghindarinya, jadi dia mengambil obat itu dan meminumnya semua.Kali ini obatnya terasa lebih pahit dari sebelumnya, sangking pahitnya hingga dia hampir muntah.Dia memalingkan wajahnya dan menutupinya dengan tangan, tidak ingin kehilangan ketenangannya di depan Kaisar.Kaisar menatapnya dengan dingin, mendorong sepiring manisan buah di sampingnya, dan berkata kepada Toni, "Berikan padanya, aku paling nggak suka makanan manis seperti ini."Toni mematuhi perintah itu dan membawakan hidangan manisan itu kepada Lyra.Lyra mengucapkan terima kasih dan mengambilnya dengan kedua tangan.Tepat saat dia hendak meletakkannya di atas meja di sampingnya, Kaisar berkata dengan acuh tak acuh, "Kenapa nggak dimakan? Apa kau ingin ada yang menyuapimu?"Lyra tidak punya pilihan selain mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut.Rasa manis menyebar di mulutnya, dan alisnya yang berkerut tanpa sadar mengendur.Kaisar merasa puas, dia lalu menundukkan kepalanya untuk