All Chapters of Malam Terakhir di Singgasana: Chapter 81 - Chapter 90

Menghadapi kemarahan Kaisar, Selir Sienna dengan takut-takut menjelaskan, "Yang Mulia sudah salah paham. Hamba telah menyinggung banyak orang-orang di istana selama ini. Bagaimana mungkin ada orang yang datang berkunjung? Hamba mendengar berita itu dari pelayan yang pergi ke dapur istana untuk mengambil makanan."Kaisar mendengus dingin, "Kamu juga tahu kalau sudah menyinggung banyak orang. Kalau kamu nggak mengubah sikap, kamu nggak akan memiliki tempat di istana lagi.""Iya, hamba tahu sudah salah, dan hamba berjanji akan berubah." Selir Sienna menyeka air matanya dan berkata, "Mohon Yang Mulia mengizinkan hamba hadir di jamuan besok malam, supaya orang-orang tahu kalau Yang Mulia belum membuang hamba. Kalau nggak, hamba sungguh tak sanggup menjalani hari-hari ke depan."Kaisar dibuat tertawa sekaligus kesal oleh permintaannya, lalu berkata tanpa daya, "Pergilah kalau kamu memang mau. Sudah seperti ini pun masih sempat berpikir tentang harga diri. Nggak masalah kalau mau datang, tapi

Dengan teriakan Roni itu, semua orang di aula tiba-tiba terdiam, dan mata semua orang beralih ke arah pintu.Lyra berdiri di belakang Kaisar, menahan napas sejenak, detak jantungnya seperti genderang, tetapi tangan dan kakinya menjadi dingin dan gemetar karena gugup.Cahaya lilin yang berkelap-kelip di aula menyilaukan matanya. Dalam cahaya redup, orang yang dipikirkannya siang dan malam itu akhirnya muncul di hadapannya seperti mimpi.Pria itu tinggi dan tegak, mengenakan seragam resmi merah tua berlengan lebar, dengan bordiran yang disulam di bagian dada, sabuk giok di pinggang, dan sepatu kulit hitam di kakinya. Di bawah pantulan lentera istana yang tergantung di atas kepalanya, penampilan orang itu tampak seperti bola api yang menyala-nyala, dan langsung menyulut keheningan di aula. Lingkaran kuning hangat dari lentera istana menyelimuti wajah tampannya yang semakin bersinar, alisnya seperti pedang, matanya seperti bintang yang dingin, hidungnya mancung, bibirnya yang tipis dikeru

Aula menjadi sunyi, suara alunan musik berhenti, dan semua orang menatap Kaisar, menunggunya berbicara dengan penuh hormat dan harap.Untuk menunjukkan keseriusannya, Kaisar berdiri dan berkata dengan nada lembut yang langka, "Jenderal Mario telah tinggal di perbatasan selama lima tahun dan belum bisa kembali. Pernikahannya telah ditunda hingga sekarang. Hari ini, aku akan menjadi mak comblang dan menganugerahkan adik perempuanku, Putri Sintia, untuk dinikahkan dengannya. Apakah menurut kalian pernikahan ini cocok?"Kepala Lyra berdengung, seolah-olah guntur meledak di telinganya.Dia akhirnya mengetahui apa firasat buruknya tadi, tapi semua sudah terlambat, Kaisar telah mengatakannya.Hatinya seperti ditusuk oleh seseorang. Semua luka yang dideritanya dalam lima tahun ini tidak pernah separah dan sesakit ini.Orang yang telah lama dipikirkannya, apakah dia akan menjadi suami orang lain hanya karena beberapa kalimat dari Kaisar? Pada saat itu, pengendalian diri dan kesabarannya hancur

Istana terasa sunyi senyap, dan tatapan mata semua orang tertuju pada Mario, bertanya-tanya pilihan apa yang akan diambilnya.Meskipun dia telah memberikan kontribusi besar bagi negara selama bertahun-tahun, dan Kaisar juga sangat menghargainya, dia tidak akan berani menolak perjodohan Kaisar secara terang-terangan, bukan?Tak perlu bicara tentang apa yang akan dipikirkan Kaisar. Bahkan Putri Sintia yang memiliki status tinggi dan mulia, jika dia ditolak di depan umum oleh seorang pejabat, lalu di mana dia akan menaruh wajahnya?Bagaimana dia bisa membicarakan pernikahan dengan orang lain di masa depan?Ibu Suri, meskipun bukan ibu kandung sang putri, setidaknya dia memanggilnya sebagai ibunya. Betapa malunya dia jika orang itu menolak menikah dengan putrinya?Jika Keluarga Terano benar-benar berani menolak pernikahan itu, sepertinya hari-hari baik mereka akan segera berakhir.Kaisar telah menduga bahwa Keluarga Terano akan ragu-ragu, tetapi dia tidak terburu-buru, karena dia yakin mer

Satu kalimat itu membuat semua suara di sekitarnya langsung lenyap. Mata orang-orang di aula itu bolak-balik menatap antara Kaisar dan Mario. Suasana tegang membuat orang-orang terengah-engah dan detak jantung mereka bertambah cepat.Lyra berlutut di belakang Kaisar, terhalang oleh meja dan tubuh Kaisar. Tidak seorang pun bisa melihat wajah atau reaksinya.Hanya dia yang tahu seberapa hebat detak jantungnya dan seberapa cepat darahnya mengalir saat itu. Dia sangat gugup hingga hampir pingsan. Dia harus menggigit lidah di mulutnya dengan erat agar tetap terjaga. Karena dia menggigit terlalu keras, mulutnya berdarah.Dia ingat bahwa lima tahun lalu, Mario memutuskan untuk datang ke rumahnya untuk melamarnya di saat usianya cukup menikah. Dia takut tidak akan tampil dengan baik saat itu, jadi dia mulai berlatih beberapa hari sebelumnya.Mario meminta Roni untuk berpura-pura menjadi ayahnya, Bangsawan Serena. Dia membungkuk dalam-dalam kepada “Bangsawan Serena” berulang kali, memintanya un