Pagi itu, matahari belum naik sempurna ketika Anaya meringkuk di tempat tidur, menyembunyikan wajahnya di balik selimut tebal. Perutnya makin besar, dan gerakan janin di dalamnya sudah terasa sejak dini hari. Revan baru selesai mandi dan membuka tirai kamar. “Sayang... bangun, yuk. Sarapan dulu, biar kuat.” Anaya menggeleng di balik selimut. Suaranya terdengar parau, seperti anak kecil yang malas sekolah. “Enggak mau bangun. Aku pengin kamu gendong aku ke dapur.” Revan tertawa pelan. Ia menghampiri, duduk di tepi ranjang. “Kamu tahu gak, perut kamu sekarang segede semangka. Aku kuat sih, tapi rumah kita dua lantai, Nay...” Anaya menarik selimut lebih tinggi. “Pokoknya aku nggak mau turun kalau kamu nggak gendong.” Revan mengangkat alis. “Ini manja atau ancaman?” “Manja,” jawab Anaya sambil menyembul sedikit dari balik selimut, matanya bulat seperti kucing kelaparan. Revan tak bisa menahan senyumnya. Ia lalu berdiri, membuka tangannya lebar-lebar. “Ayo, Yang Mulia. M
Last Updated : 2025-06-28 Read more