Lahat ng Kabanata ng Babak Belur Pernikahanku: Kabanata 121 - Kabanata 130

Hari ini Ayra bekerja seperti biasa. Dia cukup sibuk mulai pagi karena batas waktu laporan bulanan sudah dekat. Ayra juga bertanggung jawab untuk laporan keuangan tahunan kali ini, meski dia baru sebulan terakhir memegang kendali. Laporan tahunan memiliki batas akhir sampai akhir bulan keempat di setiap awal tahun. Laporan keuangan pusat selalu berkesinambungan dengan laporan dari semua divisi dan cabang. Maka dari itu, Ayra dan seluruh karyawan divisi keuangan sangat sibuk sampai tiga bulan ke depan.Awal tahun ini, Ayra telah mengatur tugas-tugas setiap orang pada divisi yang dia pimpin. Dia tidak ingin kewalahan saat detik-detik terakhir deadline. Harus tetap menyisakan waktu yang cukup untuk mengoreksi secara keseluruhan sebelum melaporkannya pada para pemegang saham di rapat inti tahunan nanti.Di sela-sela kesibukannya membaca dan menandai laporan keuangan bulan pertama di tahun kemarin, Ayra mendengar pintu ruangannya diketuk. "Masuk." Ayra tetap fokus pada tumpukan kertas di

Persidangan berjalan dengan sangat tertib. Vonis telah resmi dibacakan oleh hakim. Ayra, Tania dan tim jaksa penuntut umum yang dipimpin oleh Nesya tersenyum puas dengan hasil persidangan kali ini. Pak Gunawan mendapatkan hukuman seumur hidup. Sedangkan tiga orang lainnya masing-masing dua puluh tahun penjara. Lalu Randa juga tidak lepas dari hukuman atas percobaan penyiraman air keras kepada Tania. Perempuan itu mendapat hukuman enam bulan dan denda sebesar lima juta. Bu Saskia yang mengikuti jalannya persidangan langsung menangis histeris setelah suara ketukan palu yang menandakan sidang telah usai. Suara para wartawan juga langsung riuh bersamaan dengan para hakim yang berjalan meninggalkan ruang sidang. Mereka berteriak menyudutkan Pak Gunawan dan Randa. Setelah itu, kelima orang yang kini menyandang status terpidana tersebut dikawal untuk meninggalkan ruang sidang dan kembali ke tahanan masing-masing. Hampir semua orang mengikuti rombongan itu untuk terus mengambil gambar d

"Kamu mau apa lagi?" Ayra menatap Abrar yang baru saja duduk dan menutup pintu mobil. Mereka telah mengantar Nesya pulang, dan Abrar langsung berpindah ke depan saat Nesya baru saja turun. Nesya yang sempat bengong dengan gerakan cepat Abrar itu langsung mengetuk kaca jendela.Ayra segera membantu menurunkan kaca pintu karena tau gadis itu ingin mengomel. "Kamu tuh bener-bener ya! Ayra udah bilang berkali-kali udah nggak mau lagi, masih aja ngotot. Dasar nggak punya malu." benar saja, Nesya langsung melampiaskan kekesalannya.Selama perjalanan tadi, suasana di dalam mobil menjadi sangat canggung karena adanya Abrar. Ayra tidak punya keinginan untuk mengobrol karena malas. Dia sendiri jadi ikut diam karena melihat wajah mendung Ayra. "Udah, jangan ganggu Ayra lagi. Semakin kamu begini, Ayra semakin risih. Kamu urusin aja cewek pilihan nenekmu itu. Cewek jelek itu masih aja suka gangguin Ayra." Nesya terus mengomel. "Beneran? Dia suka ganggu kamu? Dia datengin kamu?" Abrar langsung

"Tapi kak, untuk pengumuman beasiswanya masih harus nunggu lagi. Kira-kira satu minggu ke depan baru bisa diumumkan." Tania berkata sambil menunduk. Ekspresinya seperti takut mengecewakan orang lain. Terlihat dari nada bicaranya yang berubah menjadi gugup. Sekali lagi Ayra dan Nesya saling berpandangan sambil melongo. Dia heran dengan tingkah Tania. Bukankah itu hal yang biasa saja? Namun kenapa Tania menjadi begitu takut dan gugup? "Tania, aku kan udah pernah bilang sebelumnya. Nggak apa-apa kalau misalkan kamu nggak bisa dapet beasiswanya. Nggak masalah. Kamu udah bisa langsung diterima di universitas itu aja udah hebat banget. Kamu keren." Ayra menggenggam tangan Tania dan menatap lembut mata gadis itu saat memberi pengertian. "Iya, Tania. Beasiswa itu cuma bonus. Sekarang udah diterima, jadi kamu cukup fokus buat keberangkatan kamu. Fokus belajar dan lulus dengan baik. Oke?" Nesya mengusap-usap punggung Tania sambil tersenyum lembut. Air mata Tania menggenang. Hatinya mengh

Ayra ingin pergi secepatnya dari tempat tersebut. Semakin lama mendengar perkataan dua orang bodoh di hadapannya, membuat Ayra semakin muak.Ayra bersikap masa bodo. Dia malas berdebat lagi. Satu tangannya menggandeng tangan Arzha sedang satu lainnya tetap mempertahankan tubuh Zetha dalam gendongannya. Ayra berbalik dan siap melangkah pergi. Namun Leana sepertinya masih belum puas berdebat dan mempermalukan Ayra."Kenapa langsung pergi? Kamu belum minta maaf. Atau, paling enggak suruh anak-anakmu minta maaf." Leana mencoba memprovokasi lagi. Ayra yang sudah berbalik dan hendak melangkah pergi, terhenyak dengan perkataan Leana. Setelah menghela nafas kasar, dia memutar badannya kembali menghadap dua perempuan itu. "Minta maaf?" Ayra masih berharap telinganya salah dengar. "Iya. Mereka sudah buat temanku jatuh dua kali. Kamu harusnya ajari mereka minta maaf kan?" Leana tersenyum sinis. "Mereka aku ajari minta maaf saat bersalah. Mereka anak cerdas, tanpa aku suruh mereka pasti sudah