All Chapters of Babak Belur Pernikahanku: Chapter 91 - Chapter 100

Pagi ini Ayra bangun dengan wajah segar. Tidurnya sangat nyenyak tanpa mimpi. Setelah selesai mengurus Arzha dan Zetha serta perlengkapan sekolah mereka, Ayra segera mandi dan bersiap juga. Saat datang ke meja makan, semua anggota keluarganya telah duduk di tempat masing-masing. Bik Suri sibuk mengeluarkan hidangan dan menatanya di meja. Ayra segera duduk di kursinya, di samping Diego. "Kamu belum cerita ya kemarin seharian kemana aja? Trus pulangnya kok bisa sama Abrar?" Bu Yasmin bertanya kepada Ayra saat melihat putrinya itu baru saja menghempaskan bokongnya di kursi. Mendengar itu, pikiran Ayra melayang pada kejadian semalam saat Abrar mengantar dirinya pulang. Ayra yang sempat tertidur, terbangun karena gerakan perlahan Abrar yang hendak menggendongnya masuk ke dalam rumah. "K-kamu mau ngapain?" Ayra terkejut melihat wajah Abrar yang sudah sangat dekat dengan wajahnya sendiri. Satu tangan laki-laki itu juga sudah melingkar di lehernya dan satu lainnya hendak meraih kedua kaki

Ayra masih setia berada di sisi Tania. Dia menatap Tania yang terbaring lemah sambil terus diam tak bersuara. Pikirannya melanglang buana kemana-mana.Sedangkan Abrar duduk di sofa tak jauh dari mereka. Dia sedang sibuk mengurus beberapa pekerjaan melalui ponselnya.Tak beberapa lama, Abrar mendongak. Melihat Ayra yang masih melamun menatap Tania. Dia beranjak mendekat ke arah mereka lalu mengelus pucuk kepala Ayra.Merasakan gerakan itu, Ayra menoleh dan melihat Abrar sudah berada di dekatnya dan sedang menatapnya dengan lembut."Ada apa?" Ayra bertanya terlebih dahulu. "Nggak apa-apa. Kamu lagi mikirin apa?" Abrar tersenyum. Ayra menoleh lagi ke arah Tania dan menggeleng lemah. "Enggak. Aku cuma teringat masa lalu." "Maksudnya babak belur kayak dia?" Abrar ikut melihat Tania. Ayra hanya mengangguk menanggapi itu. Abrar juga tidak bertanya lagi. Tidak ada kata penghiburan yang tepat untuk bisa disampaikan kepada Ayra. Jadi dia memberi waktu untuk Ayra puas dengan pikirannya.Ayr

Hari ini akhir pekan. Ayra tidak ada rencana kemana pun. Namun Arzha dan Zetha merengek minta jalan-jalan. Bosan ke playground, akhirnya Ayra bersiap mengajak mereka bermain ke alun-alun Kota Lumia. Biarkan mereka bermain dan berlarian sepuasnya disana. Setelah selesai sarapan, mereka bertiga langsung bersiap dan berpamitan kepada Pak Surya dan Bu Yasmin yang sedang sibuk menata taman di samping rumah."Pergi sama siapa, Ayra?" Bu Yasmin bertanya setelah kedua cucunya berlari masuk ke mobil. "Sendirian ma. Kenapa?""Oh, kirain sama Abrar. Tumben sendiri." Bu Yasmin sambil meneruskan pekerjaannya mengisi tanah ke dalam pot-pot kecil. "Belum ada ngabarin Abrar sih. Ya nggak tau kalau nanti ternyata dia nyusul." mengingat ini hari Minggu, Ayra paham kewajiban Abrar beribadah di hari ini. Dia tidak ingin mengganggu."Yasudah, aku pergi dulu ya ma. Pa, pamit. Assalamu'alaikum." Ayra mencium tangan Bu Yasmin takzim dan melambai pada Pak Surya yang sibuk naik tangga untuk merapikan daun s

Abrar benar-benar membawa Ayra dan kedua anaknya ke rumah dengan paksaan. Sebenarnya dia sendiri dalam keadaan gugup saat ini. Tapi di sisi lain, dia juga tidak sabar memperkenalkan Ayra kepada neneknya.Apapun yang akan dikatakan oleh neneknya nanti, Abrar pasti sepenuhnya melindungi Ayra. Dia telah memutuskan membawa mereka bertiga kesini, jadi dirinya bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan kenyamanan Ayra serta kedua anaknya. Ayra melongo saat mobil memasuki halaman rumah mewah dengan gaya klasik. Dia menoleh kepada Abrar yang juga fokus memandang bangunan rumah itu. Rasa kesalnya tadi hilang dan berubah menjadi gugup sepenuhnya. "Ayo turun. Biarkan aja anak-anak disini. Aku suruh orang-orang jagain mereka." Abrar mengajak Ayra turun setelah menoleh ke belakang. Arzha dan Zetha telah tertidur pulas di kursi belakang. Ayra hanya menghela nafas panjang. Dia tidak bergerak sedikitpun. Pandangannya tetap lurus mengawasi rumah mewah dengan pintu menjulang tinggi itu. Beberapa p

"Jadi gimana sebenernya hubungan kalian?" Nenek Wanda langsung mengajukan pertanyaan saat melihat Abrar yang baru saja datang dari mengantarkan Ayra dan kedua anaknya pulang. Abrar menoleh ke arah sumber suara dan melihat neneknya sedang duduk di sofa sambil memegang ponselnya. Dia tersenyum sambil membelokkan langkahnya mendekati Nenek Wanda. Abrar duduk di sebelah neneknya lalu meraih tangan setengah keriput wanita itu dan menggenggam lembut. Otaknya sedang berpikir memberikan jawaban yang sangat pas untuk neneknya. "Menurut nenek melihat kami tadi, apa hubungan kami kira-kira?" Abrar memilih bertanya balik. "Kamu sangat dekat sama mereka. Mereka juga terlihat merespon kamu dengan sangat baik." Nenek Wanda menatap cucunya. Abrar mengangguk. Senyum berseri di wajahnya belum hilang. Hari ini dia merasa sangat bahagia. Bunga-bunga bermekaran memenuhi seluruh hatinya.Selain karena pertemuan Ayra dan neneknya yang berjalan mulus, juga karena akhirnya lega hubungannya dengan Ayra ti