All Chapters of Babak Belur Pernikahanku: Chapter 71 - Chapter 80

Melihat itu, Abrar justru semakin khawatir. Secara tak sadar, tangannya tiba-tiba terulur ingin membantu mengeringkan pipi yang basah itu.Tapi gerakannya yang tiba-tiba tersebut malah membuat kepala Ayra menunduk dan matanya sontak terpejam rapat. Gerakan tubuhnya sangat jelas seperti reflek menghindari pukulan.Ini trauma. Hati Abrar mencelos memperhatikan semua itu. Tapi, tetap dia putuskan untuk melanjutkan niatnya. Akhirnya, ujung ibu jarinya menyentuh perlahan pipi Ayra. Menghapus jejak air mata disana. Ayra yang merasakan usapan lembut itu, langsung membuka mata. Dia tidak menerima tamparan seperti bayangan yang terlintas di otaknya. Justru sebuah sentuhan yang cukup menenangkan.Bulu matanya bergerak lentik karena mengerjap beberapa kali. Menjatuhkan seluruh butiran air mata yang masih tersisa. Hingga habis seluruhnya, jari itu masih bertengger disana mengerjakan tugasnya dengan sangat sabar. "Jangan menangis lagi. Kalau nggak suka, bilang saja. Kalau aku salah, marah saja.

Hari ini rapat audit perusahaan Diandra akan dilaksanakan. Ayra telah tiba di kantor sebelum kedua orang tuanya. Sedangkan Diego masih harus mengurus beberapa hal terlebih dahulu di luar. Ayra menunggu waktu sambil membaca dan terus mengoreksi lagi laporan audit yang telah dia kerjakan. Dia sudah menghafalnya hingga berkali-kali. Beberapa masalah yang cukup penting, dia tandai dan akan dijadikan topik saat rapat nanti. Sebenarnya selisih dalam laporan keuangan yang sudah dia periksa tidak sampai ke jumlah yang sangat fantastis untuk ukuran perusahaan besar milik papanya ini. Tetapi tetap saja, semua pelaporan harus mempunyai bukti transaksi yang jelas karena setiap divisi akan saling berkaitan.Dan adanya selisih jumlah tersebut, artinya ada pencatatan yang sengaja atau tidak sengaja salah. Ayra akan membuka dan membahas semua temuannya nanti. Papanya telah mempercayakan ini padanya, tentu dia tidak ingin kerjanya mengecewakan.Satu jam kemudian, Pak Surya dan Bu Yasmin tiba di kant

"Kami bukan nggak percaya perkataanmu. Tapi semua harus ada bukti yang sangat jelas. Ini semua harus diselidiki dengan adil." Ayra menatap Tania dengan tegas."Ini." Tania meletakkan beberapa lembar foto di atas meja. Ayra mengambil itu semua dan melihatnya dengan seksama. Terlihat foto Diego dan Tania dalam beberapa pose. Sangat jelas tidak ada satupun helai baju yang melekat pada tubuh keduanya.Ayra melihat mata Diego yang terpejam di semua foto itu. Hanya Tania yang berpose dan sengaja tersenyum melihat kamera. Ada satu foto dengan posisi terlihat sangat tidak senonoh, tetapi Ayra justru melihat gaya itu seperti memang sudah diatur dengan sedemikian rupa.Ayra menyerahkan foto-foto itu kepada Bu Yasmin, Diego dan Pak Surya. Mereka sangat terkejut melihat foto-foto itu dan segera melemparkan ke tengah meja."Ini semua rekayasa. Aku sama sekali nggak tau kapan foto itu diambil." Diego berteriak. Bu Yasmin segera menarik tangannya dan menyuruhnya diam. "Itu sudah cukup jelas kalau

Arzha dan Zetha telah tertidur pulas sejak tadi. Tapi hingga lewat tengah malam, mata Ayra masih sulit terpejam. Banyak hal yang sedang memenuhi pikirannya. Akhirnya Ayra memutuskan untuk ke kamar mandi menyucikan diri. Setelah itu dia menggelar sajadah di samping tempat tidur. Ayra memilih bercerita pada Tuhannya. Dia memilih mengadukan semua hal yang membuat hatinya gelisah pada sang Pencipta. Ayra melaksanakan ibadahnya dengan sangat khusyuk. Ini adalah waktu yang sangat pas untuk meminta perhatian kepada sang pemilik alam semesta. Usai gerakan salam, air matanya menetes begitu saja. Ayra menengadahkan tangan untuk memulai curhatnya. Dia menceritakan segala kegelisahan, keluh kesah dan semua hal yang telah dia lewati. Tak lupa dia memohon ampun atas semua kesalahannya. Ayra juga meminta perlindungan dan kekuatan untuk dirinya. Air matanya terus mengalir bahkan kini menjadi lebih deras. Tuhan sangat menyukai momen syahdu ini. Makhluknya mengingat dan menyebut namanya berkali-kal

Abrar masuk ke dalam kamarnya. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lama dia berendam air hangat di jacuzzi miliknya. Merileksasi ketegangan otot dan otak yang seharian sudah bekerja dengan keras.Hingga satu jam lebih, akhirnya Abrar keluar dari kamar mandi. Dia menuju walk in closet dan bersiap diri disana. Abrar memilih setelan semi formal yang lebih santai.Setelah memastikan sekali lagi penampilannya di depan cermin besar, Abrar terlihat puas dan segera berjalan keluar.Para pekerja terlihat lebih sibuk dari sebelumnya, Abrar sama sekali tidak mengganggu. Dia mengambil sendiri secangkir kopi panas dari meja jamuan lalu kembali masuk ke dalam rumah. Abrar memilih duduk di ruang tengah yang keadaannya lebih sepi. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan segera mengirim pesan pada Ayra. Sebenarnya hatinya merasa agak kesal karena hingga saat ini Ayra tidak pernah berinisiatif untuk menghubunginya terlebih dahulu. Wanita itu masih saja mempunyai gengsi yang