Di dalam rumah kecil beraroma obat dan dedaunan kering, Tabib tua yang rambutnya seluruhnya telah memutih tampak duduk bersila di tepi ranjang bambu Tangannya yang keriput perlahan menyentuh pergelangan tangan Chun Mei, meraba nadi yang nyaris tak terasa lagi. Dahinya berkerut, pelipisnya berkilat peluh. “Ini bukan hanya racun kalajengking,” gumam si Tabib, suaranya berat, penuh beban, “keduanya bukan racun biasa. Racun ini mulai menjalar ke jantung. Harusnya Nyonya ini sudah mati satu shichen yang lalu. Hebat sekali, dia masih bertahan.” Di meja kayu sampingnya, ramuan-ramuan mulai dia racik tergesa. Akar-akaran, serbuk putih, bahkan sekantung kecil empedu ular yang tadi disobeknya dari kantung rahasia. Semua dicampur dalam mangkuk tanah liat, ditumbuk hingga hancur. Air hangat dituangkan, adukan itu berubah warna kehijauan pekat. “Panaskan besi.” Perintahnya pada cucu lelaki kec
Last Updated : 2025-07-18 Read more