Ziva berusaha mengabaikan, tapi matanya kembali melirik ke ponsel itu. Ada pesan lanjutan. Rani: “Oh ya, nanti kalau sempat, saya bantu bawakan berkas ke rumah, biar Bapak gak capek.”Ziva mendengus pelan, tapi suaranya cukup untuk membuat air di teko mendidih terlalu lama.Ia buru-buru mematikan kompor sambil bergumam, “Oh… bantu bawain berkas, ya? Baik banget, Rani.”Ia menaruh cangkir teh di nampan, tapi ekspresinya berubah — antara sebal, geli, dan... ya, sedikit cemburu.“Ya ampun, Ziv. Chat-nya biasa aja, tapi kenapa kamu ngerasa kayak lagi diserang secara emosional?” katanya sambil menepuk pipinya sendiri.Namun pikirannya jalan terus. Ngapain juga si Rani bilang Reza paling pengertian segala? Emang harus disampaikan gitu, ya? Bisa kan cukup bilang terima kasih aja?Ziva menghela napas, berusaha mengembalikan mood-nya. Tapi bibirnya mengerucut kesal saat menatap teh di nampan.“Dasar sekretaris manis,” bisiknya sambil berjalan ke ruang tamu.Tak lama, Reza keluar dari kamar de
Last Updated : 2025-12-11 Read more