Langkah-langkah mereka terasa semakin berat, seakan setiap inci dari lorong itu dipenuhi dengan sesuatu yang sengaja menghisap tenaga. Dinding yang sejak tadi tampak kokoh kini seperti berdenyut halus, hidup, bernafas bersama udara yang menekan dari segala sisi. Alura menggenggam jubahnya lebih erat, jemarinya bergetar bukan hanya karena dingin yang merambati tulang, tetapi juga karena kesadaran bahwa lorong ini tidak mungkin terbentang tanpa maksud. Dari jauh, samar-samar, ia melihat sebuah cahaya. Bukan cahaya dari api, bukan pula pantulan kristal. Itu lebih menyerupai seberkas sinar putih keperakan yang memantul dari ujung lorong, tipis namun memanggil. “Rafael,” bisiknya, suaranya nyaris lenyap tersedot ruang yang sepi. “Kau melihat itu?” Rafael berhenti sejenak, matanya yang tajam menyipit ke arah sumber sinar. “Aku melihatnya,” jawabnya pelan. Tidak ada ketergesaan dalam nadanya, hanya kewaspadaan. Ia tahu, di tempat seperti ini, setiap tanda harapan bisa saja hanya umpan. N
Last Updated : 2025-08-22 Read more