Udara di sekitar mereka berubah. Dingin yang tadinya hanya menggigit kini seperti menembus tulang, membawa bisik-bisik yang tak pernah benar-benar datang dari satu arah. Alura berhenti, napasnya terhenti di tenggorokan. Rafael, yang sedari tadi berjalan setengah langkah di depannya, merasakan hal yang sama. Langkah mereka terhenti bersamaan. “Ada yang mengawasi,” ucap Rafael rendah, nyaris seperti gumaman, tapi cukup untuk membuat dada Alura terasa sesak. Suara itu tidak datang dari depan. Bukan juga dari belakang. Seperti ada ribuan mata yang memandang dari segala sisi, tapi saat ia mencoba mencari, hanya ada kegelapan yang memantulkan bayangan mereka sendiri. Rafael mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Alura tetap di belakang. Gerakannya terlatih, tenang, tapi rahangnya mengeras. “Tetap di sini,” ujarnya, lalu melangkah maju. Alura ingin memprotes, tapi sebelum kata-kata itu keluar, udara di depan Rafael bergelombang, seperti kain tipis yang direnggut dari kedua ujungnya.
Last Updated : 2025-08-13 Read more