Aula utama Obsidian kembali dibuka malam itu. Obor biru berkobar di sepanjang dinding, memantulkan cahaya yang membuat bayangan menari liar di atas marmer hitam. Meja batu panjang diletakkan di tengah, kasar dan berat, seolah baru saja diangkat dari dasar bumi. Di atas meja itu tidak ada perhiasan, tidak ada tanda kebesaran, hanya batu murni yang penuh retakan, seakan menyimbolkan apa yang akan dibicarakan di atasnya: sesuatu yang rapuh, mudah pecah kapan saja. Alura duduk di ujung meja, singgasananya sedikit lebih tinggi, jubah hitamnya menjuntai seperti bayangan yang merambat. Di sisi kanannya Rafael berdiri, tak mau duduk, pedangnya selalu siap. Di sisi kiri, Arga memilih kursi, tapi posisinya condong ke belakang dengan tatapan tajam, seperti binatang liar yang menunggu mangsa lengah. Utusan manusia menempati sisi meja pertama. Raja tua dari utara duduk dengan wajah keras, tangan kurusnya menggenggam tombak yang selalu menemaninya. Di sampingnya, seorang bangsawan muda dengan ma
Last Updated : 2025-09-21 Read more