Ruang bawah tanah Obsidian masih bergetar oleh sisa gema perdebatan. Rantai biru yang membelenggu makhluk kabut berdesis pelan, seperti ular yang resah karena mendengar terlalu banyak suara manusia. Udara di sana pekat, penuh campuran keringat, dupa imam, dan abu iblis. Alura duduk kembali di kursi batunya. Dari luar, ia tampak tenang, dingin seperti biasa, namun di balik tatapan matanya, ada sesuatu yang bergerak. Ketegangan itu membuat bahkan bayangan-bayangannya menempel lebih rapat di dinding, seakan mereka tahu tuannya sedang menahan badai dalam dirinya. Rafael berdiri di belakangnya, tegap, matanya menyapu semua wajah yang hadir. Setiap prajurit, setiap imam, setiap penyihir. Ia tahu, cukup satu langkah salah, ruang bawah tanah ini akan berubah menjadi arena pembantaian. “Persekutuan,” gumam seorang imam tua. Kata itu seolah masih asing baginya, seakan lidahnya menolak menyebutkannya. “Tapi bagaimana kita bisa percaya, setelah ratusan tahun kitab suci kami menuliskan bahwa ka
Last Updated : 2025-09-23 Read more