Lahat ng Kabanata ng Dibeli oleh Pangeran Milyarder: Kabanata 131 - Kabanata 140

Beberapa hari kemudian, Grayson telah berpakaian dan siap untuk meninggalkan rumah sakit. Dia hanya berharap Xavier juga ikut pulang bersamanya. Namun, meskipun sang adik telah sadar, dia harus dirawat di rumah sakit lebih lama untuk memastikan tidak ada cedera lain."Apa kau baik-baik saja?" tanya Ari, sedang melipat sedikit pakaian yang dibawakan wanita itu untungnya. "Kau cukup baik untuk pulang?""Diamlah." Grayson menghela napas dan melirik istrinya.Dia mendengar Ari menarik napas tajam."Dengar. Aku minta maaf. Hanya saja adikku masih di ruang Perawatan Intensif dan orang yang membuatnya berada di sana masih bebas. Aku harus mencari tahu siapa pelakunya dan mengadilinya." Grayson menghela napas. Sebenarnya, dia lebih ingin melihat orang itu mati. Namun, dia tidak ingin memberitahukan itu pada Ari. "Dan satu-satunya cara untuk melakukan itu adalah keluar dari rumah sakit dan menemukan mereka."Ari mengangguk, tetapi kemudian wanita itu melangkah mendekatinya. "Tapi camk

Demi mencoba menjaga pikirannya dari memusingkan bayinya, Grayson, dan hal-hal lainnya, Ari memutuskan untuk mengembangkan rencananya mengenai Rumah Henley. Grayson telah membuatkan sebuah kantor untuknya di sebelah ruang kantor pria itu, dan Ari berencana untuk mulai menggunakannya. Ari tahu seperti apa Rumah Henley yang dia inginkan, tetapi dia juga ingin tahu apa yang Henley pikirkan.Dia mengetuk pintu kamar Henley, tetapi Hildegard, salah satu suster Henley, yang membuka pintu."Apakah Henley baik-baik saja?" tanya Ari sembari mengintip ke dalam dan mengedarkan pandangannya.Hildegard melangkah mundur dan membukakan pintu lebar-lebar. "Saya khawatir Nona Henley merasa tidak enak badan hari ini."Ari mengangguk sambil berjalan masuk. Ibunya sedang duduk di sebuah kursi di sebelah ranjang sang adik."Bagaimana keadaannya?" tanya Ari lembut.Celeste menutup majalah yang sedang ia baca dan tersenyum. "Dia merasa tidak terlalu baik hari ini. Perawatannya menyebabkannya m

Keesokan paginya, Ari terbangun saat cahaya terang matahari menembus masuk lewat jendela. Namun, cahaya menyilaukan ini bukan disebabkan oleh putihnya salju. Tidak, ia merasa itu menandakan hari pertama dari musim semi, dan wanita itu ingin memanfaatkan momen ini. Ari berguling dan lengannya mendarat pada Grayson.Pria itu membuka matanya"Pagi." Ari menaruh kepalanya di dada pria itu, tak ingin pergi dan memulai hari. "Seandainya kita bisa berada di sini sepanjang hari."Grayson terkikik. "Aku juga berharap begitu." Ia mengusap punggung Ari, rasa kantuk masih memengaruhinya.Wanita itu beranjak dan menatap mata Grayson. "Yah, kita bisa saja melakukannya.""Jangan menggodaku." Pria itu menggambar lingkaran-lingkaran kecil pada punggung Ari yang telanjang dengan jarinya, matanya masih terpejam. "Jadi, apa saja yang akan kau lakukan hari ini?"Ari menghela napas, tak ingin berpikir untuk meninggalkan Grayson ... meski hanya untuk beberapa jam. "Aku punya janji di rumah sakit

Grayson pergi menuju lokasi apartemen di area belakang kastel. Ia berniat memeriksa kamar milik Piers dan Ralph lagi untuk melihat jika mereka telah melewatkan apa pun. Pasti ada sesuatu yang lebih ... sebuah bukti nyata yang dapat mengaitkan kedua kasus pembunuhan. Saat ia memasuki kamar, para pembantu membungkuk hormat dan staf laki-laki membungkuk, bergerak ke samping begitu melihat pria itu.Mengapa Piers membunuh salah seorang anak buahnya?Di dalam, Grayson berjalan ke kanan menuju kamar Ralph terlebih dahulu. Untungnya, kamar Ralph belum ditempati dan barang-barangnya belum dikeluarkan, mungkin karena tempat itu merupakan tempat kejadian perkara. Ketika Grayson melangkah masuk, darah Ralph masih menodai karpet yang berada di tengah lantai ruang tengah, seperti di apartemen Dima. Pria itu mencoba mengingat untuk menyuruh karpet tersebut diganti. Kemudian, ia mulai menarik laci-laci, membuka-buka barang milik Ralph untuk mencari sesuatu, apa pun yang dapat menjelaskan alasan P

Ari mengedarkan pandangannya ke sekeliling gudang dan semua orang menatapnya.Marcus menggeram ketika ia berjalan dengan penuh kepastian menuju Ari dan menampar wajah wanita itu. "Berani-beraninya kau berkata seperti itu tentangku!" Pria itu mengangkat tangannya lagi, tetapi Piers menangkapnya.Piers menggelengkan kepalanya. "Kau sudah berjanji kalau dia tidak akan terluka selama dua-puluh empat jam."Marcus menatap pria itu dengan penuh amarah untuk sesaat, lalu melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Piers. Marcus lalu mengalihkan perhatiannya ke Ari. "Lantas, kau ngin membunuhku?"Ari menengadah dan memelotot ke arah Marcus, menatap mata pria itu dengan penuh kebencian dari balik rambut yang menutupi salah satu matanya. "Camkan kata-kataku. Kau tidak akan pernah lolos. Kau seharusnya menerima perjanjian yang ditawarkan oleh Raja Maxwell padamu. Kau tidak akan mendapatkan tawaran yang lebih baik." Wanita itu mengedikkan bahu. "Perjanjian itu lebih dari apa yang mungkin a