All Chapters of Pendamping Sang Alpha: Chapter 71 - Chapter 80

Julien mencari sepanjang arus sungai selagi berlari, kemudian akhirnya dia menemukan Lacey yang sedang ... bergantung pada sebatang kayu dalam bentuk manusianya, mungkin terlalu lelah untuk bertahan dalam bentuk serigalanya. Rex berdiri di sisi lain, memperkirakan jarak sungai, memikirkan cara untuk menggapai Lacey. Namun, jika Rex berani menyentuh Lacey, Julien sudah memastikan dia akan mati. Julien berusaha mengamati tepian jurang, tetapi tidak ada jalan untuk turun ke sungai di bawah sana. Dia hanya punya satu pilihan. Julien berlari mundur dan Rex pun tertawa, berpikir mungkin Julien sudah meninggalkan wanita itu. Namun, dugaannya meleset jauh dari target.Ketika sudah cukup jauh untuk mendapatkan momentumnya, Julien mencurahkan seluruh kecepatan untuk berlari cepat ke ujung jurang, berusaha sekuat tenaga. Dia perlu melompat ke tengah sungai, sejauh mungkin dari bebatuan di tepian. Ketika mendekati ujung jurang, dia melompat turun, melontarkan diri dari sisi jurang ke tengah u

Menjelang malam, Julien tahu mereka harus pergi sekarang, sebelum fajar menyingsing. Dia hanya berharap Lacey sudah sanggup melakukannya."Gggrrrooolll!" seorang manusia serigala meraung di luar gua. "Lacey!" Julien mengguncang bahu Lacey pelan. "Lacey! Bangun!" Lacey membuka mata, bangkit duduk dengan cepat dan mengusap mata. "Julien, ada apa?""Ada yang datang," kata Julien sambil mengusap sisi rambut Lacey selagi bangkit berdiri. "Tetap di sini." Kemudian, dia membiarkan getaran menyelimuti sekujur tubuhnya selagi melangkah mundur dari Lacey, tidak ingin melukainya saat dia berubah. Lalu, dia membiarkan kabut merah bertepian hitam mengambil alih pandangannya, dan kaki serigalanya menyentuh debu gua kelabu, terlihat keunguan di tengah kegelapan gua. Julien merangkak melewati jalan keluar dan menuju gua utama, tetapi tidak melihat apa pun."Gggrroowwll!!" raungan seorang manusia serigala kembali bergema ke dalam gua. Julien mengenali suara itu dan berlari."Aku butuh ban

Setelah Dr. Silva berbicara dengannya, Julien pun masuk dan duduk di kursi di samping tempat tidur. "Aku setuju dengan Lacey. Kita rawat dia di dalam kastel saja dan lakukan tes. Jika ternyata dia mengalami radang usus buntu, kita akan segera membawanya ke rumah sakit." Kemudian, Julien memikirkan sesuatu. "Apa kau bisa mengambil sampel dan melakukan tes di dalam kamar suite kami saja?" Julien menghela napas dan menggeleng. "Lacey sudah mengalami banyak hal dan dia sungguh butuh istirahat."Dr. Silva mengangguk. "Meski ini berlawanan dengan keinginanku, aku akan menyetujuinya. Tetapi jika dia mulai demam atau perutnya semakin sakit, kita akan segera membawanya ke rumah sakit.""Setuju," jawab Julien."Kalian berdua, tolong jangan bahas soal diriku seolah aku tidak ada di sini," kata Lacey.Julien mengangguk dan menepuk kaki Lacey. "Maaf, Sayang."Dr. Silva merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak ramping. Lacey tahu itu adalah alat tes kehamilan. "Aku ingin kau melakukan

"Aaaaaaah!!!" Lacey berteriak saat tengah malam. Dia bermimpi Thorn menyerahkan dirinya pada Rex, merampasnya dari Julien. Tetapi kemudian, Rex mencengkeramnya kuat dan menariknya ke arahnya. "Uuuuggghhhh!" Lacey berteriak saat cengkeraman kuat memeganginya dan menariknya ke dalam dekapannya. "Tidak! Lepaskan aku!""Ssshh ... Lacey ... ini aku, Julien," bujuk pria itu sambil menariknya ke dalam pelukannya dan menyingkirkan rambut dari mata Lacey. "Jarum infusmu akan copot!"Lacey meronta selagi sang Alpha berusaha menghentikannya dan mencoba menenangkannya, tetapi Lacey tidak menyadari bahwa itu adalah Julien. "Aaaahhh!" "Lacey! Bangun! Kau hanya bermimpi!" Julien mengguncang bahu Lacey dengan kuat, berusaha membangunkan perempuan itu. "Lacey! Ini aku! Julien!"Kemudian, sang wanita menatap matanya seolah-olah baru pertama kali melihatnya. "Oh, Julien! Maafkan aku! Aku hanya bermimpi - " Dia melihat jarum infusnya. Meski sudah terlepas dari selotipnya, jarum itu masih terpasan

"Julien?" panggil Lacey setelah terbangun di rumah sakit, kebingungan. Ketika membuka mata, cahaya lampu terlalu terang baginya. "Di mana aku?""Kau ada di rumah sakit, Lacey," kata Julien sambil memegangi tangan Lacey.Kemudian, semua ingatan terakhir Lacey menyeruak pikirannya ... rasa sakitnya ... lalu, Julien membopongnya ke ambulans ... "Apa mereka mengoperasiku?"Julien mengangguk dan tersenyum. "Dr. Silva yang melakukan operasi dan prosesnya berjalan lancar. Usus buntumu nyaris pecah di dalam tangannya segera setelah dia mengangkatnya keluar." Ia menghela napas, berusaha menghilangkan ingatan itu dari kepalanya. "Kami berhasil membawamu ke sini tepat waktu."Lacey mengangguk sambil tersenyum lemah. "Baguslah. Setidaknya kita tahu apa itu."Julien mengangkat tangan Lacey ke bibirnya. "Lacey, aku sungguh minta maaf karena berlama-lama memutuskan membawamu ke sini. Mereka sudah memberimu obat penahan rasa sakit, jadi harusnya cukup membantu keadaanmu." Kemudian, Julien me