Semua Bab Menikah Dadakan dengan Mantan Crush: Bab 51 - Bab 60

Semuanya seperti kembali ke tempat semula. Kalila dengan kegiatan kuliahnya dan Johan yang sibuk dengan proyek-proyek besar yang dikerjakan oleh kantornya. Kalila lebih fokus dalam mengerjakan tesisnya. Tidak banyak yang dia ceritakan kepada Johan karena pria itu juga tidak mengabarinya sebanyak dulu. Pria itu telah melupakan dirinya sepertinya. Entahlah Kalila tidak ingin banyak berpikir lagi, terserah nantinya Johan akan melakukan apa.“Kak, bagus yang mana? Adat jawa yang modern atau yang sesuai pakem?” tanya Gistari. Pada awalnya kedua keluarga mereka merencanakan untuk melakukan lamaran terlebih dahulu, tapi pada akhirnya mereka ingin melangsungkan pernikahan saja sekalian daripada harus mengeluarkan uang berkali-kali.“Bagus yang sesuai pakem sih. Tapi bakalan lama banget prosesnya. Kamu sendiri jadinya gimana?” Kalila kembali ke dunia nyata dan menutup ponselnya. Dia tidak lagi ingin melihat ruang obrolannya dengan Johan yang tidak ada apa-apanya.“Mau yang modern aja sama seka

Kalila menyelesaikan satu bab hari ini. Kepalanya terasa pusing dan perutnya seperti sedang kembung. Sudah hampir dua minggu ini dia seperti orang sakit. Tubuhnya juga terasa pegal. Efek mengerjakan tesis sepertinya memang tidak main-main. Kalila akhirnya bangun dari meja belajarnya. Tubuhnya tiba-tiba limbung dan tergeletak begitu saja. Kamar sampingnya merasa bergoyang. Dia lalu keluar dan mengecek Kalila. Sebelumnya dia sudah melihat Kalila yang tampak tidak sehat, untuk itu dia segera mengetuk pintu kamar Kalila.Tidak ada jawaban. Dia mencoba menurunkan gagang pintu, benar saja. Pintu itu belum terkunci dan saat ini Kalila terjatuh di atas karpet. Wanita itu menyalakan lampu dan mengecek detak jantung Kalila. Tubuh wanita itu lemah. Dia segera menelepon ambulance.“Tenang-tenang. Kamu bisa Haita. Bisa.” Perempuan yang menyebut dirinya Haita itu bernapas dengan perlahan dan segera mengambil bantal. Dia harus menjaga oksigen dalam tubuh Kalila agar tetap

Bohong jika Kalila tidak merasa kesakitan saat mengatakan semua itu. Kenyataannya dia terdiam cukup lama di depan pintu apartemen Johan. Pikirannya kosong dan tidak tahu harus melakukan apa. Dia seperti sedang kehilangan salah satu nyawanya. Orang yang selama ini dia sukai hampir tujuh tahun lamanya dan setelah mendapatkannya pun ternyata memang mereka tidak bisa berakhir bersama, untuk itu Kalila semakin merasa tersiksa. Dia merasa terlalu memaksa Johan untuk menikah dengannya.“Ternyata memang tidak semudah itu.” Air mata Kalila turun membasahi pipi. Tangannya memegang tembok dan jalannya tertatih. Dia seperti kehilangan kontrol terhadap alat gerak tubuhnya. Kalila berjalan ke lift dengan susah payah. Saat di lift Kalila membalik tubuhnya dan menangis dalam diam.Gistari yang menunggu di loby hanya dapat menghela napas. Dia sebenarnya sudah melihat kedua orang itu tadi ketika akan naik ke lantai tempat apartemen Johan tetapI Gistari lebih baik memilih diam karena memang tidak ada gu

Hari ini hari kelahiran anak pertama Wening. Kalila dengan susah payah juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan wanita itu setelah melakukan usg dengan dokternya. Mereka masih berada di kota kelahiran mereka. Memang tempat paling nyaman untuk kehamilan di usia tua dan bersama dengan orang tua.“Weih, anak lo laki-laki apa perempuan nih?” tanya Kalila dengan senyuman secerah musim semi. Wanita itu menenteng buah-buahan segar dan kado untuk ibu yang sedang melahirkan.Senyum cerah Wening tergantikan dengan keterdiaman wanita itu. “Sayang kamu duduk sini. Biar Kalila yang duduk di kursi.” Mata wanita itu tidak bisa berhenti mentap perut Kalila. Dia semakin merasa bersalah tidak pernah memberitahukan Kalila tentang Johan. Dia juga merasa semakin marah dengan Johan yang seperti orang bodoh itu.“Kenapa? Lo kaget?” tanya Kalila dengan santai. Dia membenarkan duduknya agar terasa nyaman. Wening langsung memberikan bantal leher yan

Setelah semua rencana selesai di Indonesia, Kalila akhirnya berangkat juga ke Belanda. Semua rencana berjalan dengan lancar dan tepat dengan planning Kalila sehingga dia bisa menunggalkan Indonesia dengan tenang. Dia akan membuka lembaran baru setelah ini. Dia akan memastikan kedua anaknya akan hidup tanpa kekurangan uang meskipun dia tidak sekaya Johan. Tapi dia yakin semuanya akan berjalan dengan lancar. Dia akan menyelesaikan gelar doktoralnya secepat mungkin dan juga bekerja dengan keras. Dia harus memastikan hidup anaknya terjamin.“Sayang, meskipun mama nggak sekaya papa kalian, tapi mama bisa berusaha kok. Nanti berjuang sama mama ya.” Kalila mengusap perut besarnya dengan lembut. Anaknya menendang seperti memberikan jawaban.Kalila menikmati indahnya dunia yang saat ini bisa dia hirup. Selama ini dia sangat ingin melanjutkan kuliahnya di luar negeri dan sekarang adalah saatnya. Kalila merasa bahagia di tempat yang dia impi-impikan. Apalagi dia bersama dengan anak-anak yang ber