Semua Bab Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan: Bab 231 - Bab 240

“Maaf, Tuan Rizky tidak menerima tamu siapa pun. Silakan kembali!”Dalam kabut tipis pagi hari, seorang pria berbalut mantel abu-abu mendapat penolakan yang dingin.Namun, ia tidak marah. Sebaliknya, sikapnya sangat rendah hati. “Tolong sampaikan pada Tuan Rizky, saya adalah pembeli karya ‘Cermin Bulat’-nya. Saya punya urusan penting dan harus menemuinya, ada hal yang ingin saya sampaikan...”“Maaf, pemilik ‘Cermin Bulat’ sudah ditemukan. Jangan terus mendesak, kalau tidak saya akan melapor ke polisi.”Untuk kedua kalinya ia ditolak. Kali ini, pria yang berdiri itu tidak berkata apa-apa lagi.Dari kejauhan, Adeline berdiri memperhatikan selama sepuluh menit. Sepuluh menit itu cukup baginya untuk mendengar seluruh percakapan mereka.Ia pun melangkah maju, dan ketika pria itu masih tampak kehilangan fokus, ia berkata lembut, “Selamat pagi, Tuan Ken.”Sekarang di Nordia sudah pukul sembilan, masih terhitung pagi.Ken menoleh, kemudian wajahnya menampilkan senyum yang jarang terlihat. “Sep

“Aku dan kau ini sebenarnya berjodoh atau saling bertentangan? Ke mana pun aku pergi, kau selalu seperti ekor bayangan yang tak bisa disingkirkan?” Adeline tak pernah ramah padanya, dan kali ini pun sama saja.“Dulu aku kira kita saling bertentangan, sekarang kupikir kita justru berjodoh. Lihat saja, kita sama-sama menyukai pria yang sama, dan sekarang lagi…” Valencia menggantungkan ucapannya.Dia memang pandai bermain dengan nada seperti itu, sesuatu yang sangat membuat Adeline muak. Tapi tetap saja, ia penasaran, mengapa Valencia bisa muncul di sini?Adelia pernah berkata, orang yang dijuluki Tangan Dewa itu sangat sulit ditemui. Namun, Valencia bisa tinggal di sini, jelas menandakan bahwa hubungannya dengan orang itu bukan hubungan biasa.“Valencia, aku tidak ingin punya urusan denganmu. Aku juga tidak mau berselisih denganmu di negeri asing ini. Jadi jangan ganggu aku. Kau juga tahu akhir-akhir ini aku sedang gampang tersulut emosi,” Adeline memberi peringatan seperlunya.Valencia

Mengaku keluarga?!Adeline tertegun, benar-benar tertegun mendengar dua kata itu.Dia tahu betul apa arti kata-kata itu.Hah!Jadi, maestro perhiasan ternama, Tangan Dewa, ternyata orang yang penuh cinta, terlalu penuh, sampai benihnya tersebar di mana-mana, semua berbuah, lalu satu per satu datang menuntut pengakuan...Dunia ini memang luas dan penuh keanehan, hanya saja kali ini, keanehan itu menimpa dirinya. Dunia nilai Adeline seolah hancur berantakan, bahkan ia merasa dirinyalah yang paling dipermalukan.Saat ini, betapa ia berharap telah salah alamat, lebih berharap lagi kalau Adelia memberinya informasi yang keliru.Dia benar-benar terpaku di tempat, hampir setengah menit baru bisa menarik diri dari keterkejutan. Saat matanya melirik Valencia, ia mendadak mengerti.Valencia juga datang untuk mengaku keluarga!Pantas saja sejak tadi begitu sombong, seakan-akan dirinya adalah pemilik tempat ini.Kalau memang mereka sama-sama "benih" dari pria itu, maka hidup Adeline benar-benar do

“Duduklah!”Rizky sudah lebih dulu duduk di sofa, lalu memberi isyarat kepada Adeline.“Berikan kalung itu padaku!” Adeline sama sekali tak berniat duduk.Pengelola rumah itu menyerahkan kalung kepada Rizky dan meletakkannya di hadapannya. Adeline berjalan mendekat, namun langkahnya langsung dihalangi. Tatapannya dingin menusuk ke arah sang pengelola rumah.Adegan ketika dia menolak Ken masih jelas terpatri dalam benaknya. Meskipun itu memang tugas sang pengelola rumah, kesan pertama Adeline terhadapnya sudah buruk. Kini ia menghalangi jalannya lagi, tentu saja ia semakin muak.“Minggir!” suara Adeline tajam.Rizky hanya memberi satu tatapan. pengelola rumah itu segera menyingkir. Adeline pun maju dan mengambil kalung itu. Anehnya, Rizky tidak berusaha menghentikan, hanya berkata pelan, “Kau sudah jauh-jauh datang ke sini, bahkan menitipkan hubungan hanya untuk bisa menemuiku, dan sekarang kau hanya ingin pergi begitu saja?”Genggaman tangan Adeline yang memegang kalung itu mengencang.

“Dengan aku tidak ada hubungannya, kenapa aku harus penasaran?”Adeline bukan tipe orang yang diliputi rasa ingin tahu. Terlebih lagi, bertahun-tahun ditempa dunia bisnis membuatnya sangat paham satu hal, jangan ikut campur urusan yang bukan miliknya, karena sekali ikut campur, masalah bisa menimpa dirinya sendiri.Sikapnya yang tidak berjalan sesuai pola membuat sorot mata Rizky kembali menggelap. Gadis ini benar-benar punya kepribadian.Sebelum kedatangannya, Rizky sempat mengira ia akan seperti ibunya, lembut, anggun, atau seperti gadis kebanyakan, berusaha tampil manis dan penurut demi mendapat perhatiannya.Namun sejak pertama kali melihatnya, Adeline sudah berbeda. Percakapan singkat barusan makin menegaskan hal itu, ia keras kepala, blak-blakan, bahkan cenderung kasar.“Karena mereka ingin mewarisi harta warisan dalam jumlah besar dariku,” akhirnya Rizky berkata juga.Hanya orang yang merasa ajalnya dekat yang akan bicara soal warisan. Adeline terkekeh ringan. “Apa Anda kena pen