All Chapters of Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan: Chapter 141 - Chapter 150

Setelah selesai bercerita. Arlo mengembuskan napas begitu berat. Dia tak pernah menceritakan kejadian yang menimpanya itu, menutup rapat luka dan trauma yang masih membekas dan terukir jelas dalam ingatannya.Akan tetapi sekarang, demi memenuhi rasa penasaran Ayudhia dan rasa penasarannya pada Ayudhia. Arlo akhirnya kembali menceritakan kisah tragis yang mungkin akan membuatnya kembali gelisah.Namun, itu tak menjadi masalah untuknya, itu sebanding dengan sesuatu yang akan Arlo dapatkan nantinya. Sebuah kepastian akan kegelisahannya pada Ayudhia.Arlo kembali menatap pada Ayudhia yang menatapnya tanpa kata. Arlo menunggu bagaimana reaksi Ayudhia setelah dia menceritakan semuanya. Adakah sesuatu yang akan Ayudhia sampaikan padanya ataukah ada reaksi yang Arlo harapkan dari Ayudhia.Mengembuskan napas berat setelah mendengar cerita Arlo yang begitu menyesakkan dadanya, Ayudhia akhirnya membuka suara, “Lalu, bagaimana nasib gadis kecil itu? Apa dia selamat?”Kening Arlo berkerut dalam. Ap

Setelah beberapa hari menikmati liburan yang menyenangkan.Pagi itu Ayudhia dan yang lain sudah bersiap meninggalkan hotel. Mereka berada di depan lobby dengan dua taksi yang siap mengantar mereka ke bandara.Dibantu pelayan hotel dan sopir taksi, Koper mereka sudah dimasukkan ke bagasi. Begitu semua siap, Maya dan Della lebih dulu masuk ke dalam taksi, sedangkan Ayudhia menoleh pada Arlo yang sedang bicara dengan Mike.Menunggu di samping taksi, akhirnya Arlo melangkah menghampirinya. Setibanya sang suami ada di hadapannya, Ayudhia bertanya, “Apa ada masalah?”“Tidak,” jawab Arlo, “kita akan naik penerbangan berbeda karena akan pergi ke panti asuhan sesuai janjiku.”Ayudhia melebarkan senyum. Dia segera masuk ke dalam taksi setelah pintunya dibuka oleh Arlo.Dua iringan taksi meninggalkan hotel menuju bandara. Sepanjang perjalanan menuju bandara, Ayudhia memandang keluar jendela sambil terus menggenggam telapak tangan Arlo.Sesampainya di bandara, mereka sudah berada di ruang tunggu

Melihat diamnya wanita paruh baya, Ayudhia menatap penuh harap. Kecemasan begitu kentara di wajahnya saat menatap wanita paruh baya berulang kali memandang bergantian padanya juga Arlo.Sampai wanita itu menghela napas pelan lalu berkata, “Mari ikut saya.”Ayudhia menoleh pada Arlo, ekspresi wajahnya penuh dengan kelegaan dan rasa penasaran yang tak bisa lagi dibendungnya. Arlo meraih telapak tangan Ayudhia lalu menggenggamnya erat. Mereka melangkah mengikuti wanita paruh baya yang akan membawa mereka ke satu-satunya wanita yang tahu asal-usul Ayudhia.Ketika masuk ke dalam panti, mereka melihat anak-anak kecil berhenti bermain dan memandang ke arah mereka.Ayudhia tersenyum ke anak-anak itu dengan tetap mengayunkan langkahnya masuk lebih dalam di rumah panti yang tak berukuran besar itu.Sampai akhirnya mereka tiba di salah satu pintu yang ada di dalam rumah. Tatapan Ayudhia tertuju ke pintu itu, harapan dia letakkan ke jawaban yang akan didapatnya dari balik pintu itu.Tangannya mer

Walau terlambat, tetapi setidaknya Ayudhia bisa mengetahui keberadaan ibunya dan menepis sedikit kegelisahannya akan keberadaan keluarga kandungnya. Ayudhia mengangguk cepat mendengar tawaran Ibu Panti. Dia segera bangkit dari lantai dibantu Arlo, sedangkan Ibu Panti berdiri dibantu wanita paruh baya. Ayudhia menguatkan dirinya. Dia mencoba tegar di tengah fakta yang baru saja didapatnya. Menghapus air mata yang sempat membasahi wajahnya, kemudian merangkul lengan Ibu Panti untuk melangkah bersama menuju tempat yang selalu Ayudhia rindukan. Makam ibu Ayudhia tak jauh dari panti asuhan. Hanya beberapa meter dari belakang panti asuhan. Mereka melangkah pelan mengimbangi langkah Ibu Panti yang sedikit tertatih, sampai akhirnya mereka tiba di tempat pemakaman umum. Ayudhia lantas melangkah di belakang Ibu Panti dan wanita paruh baya, menyusuri jalan setapak dengan rumput yang tumbuh subur di sisi kanan dan kirinya. Mereka akhirnya tiba di makam dengan batu nisan tanpa nama. Rumput l

Mendengar apa yang Arlo katakan, Alina mengangguk-angguk pelan lalu berkata, “Ya, jika memang itu yang terbaik, sebaiknya seperti itu saja.”“Mama juga tidak tega kalau melihat Ayudhia sedih. Apalagi adikmu itu, dia kebingungan sendiri kalau lihat istrimu murung, sampai mama berpikir, sebenarnya Ayudhia itu istrimu atau istri adikmu,” imbuhnya lalu menggeleng pelan saat mengingat sang putra bungsu.Arlo hanya berdecih pelan, tidak terkejut sama sekali dengan tingkah Elvano yang memang sedikit berlebihan. Namun, meski begitu Arlo tahu, Elvano menganggap Ayudhia hanya sebatas ipar saja.Keduanya diam sesaat, sampai Arlo kembali menatap pada Alina, lalu sedikit menggeser posisi duduknya agar miring menghadap ke Alina, Arlo lantas bertanya, “Mama ingat dengan gadis kecil yang dulu pernah aku ceritakan setelah aku diculik?”Mengerutkan kening karena pertanyaan putranya, Alina kemudian mengangguk pelan. “Iya, mama ingat,” katanya, “apa sekarang kamu sudah menemukannya?” tanya Alina kemudian