All Chapters of Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan: Chapter 301 - Chapter 310

“Soal Catla, kamu akan benar-benar menerima kerjasama dengan mereka?” tanya Theo masih menatap Arlo yang duduk di balik meja kerja.Arlo tak langsung menjawab, dia berpikir sejenak sebelum kemudian berkata, “Aku ingin melihat dulu, kerjasama seperti apa yang mereka inginkan. Lagi pula, memang masih sangat mengejutkan brand besar itu mau bekerjasama dengan Atelier.”Theo mengangguk-angguk, lalu membalas, “Bisa saja karena Atelier bisa membuktikan kalau menjadi perusahaan fashion nomor satu di negeri ini, makanya Catla ingin bekerjasama dengan Atelier. Ini juga memberi kesempatan Atelier untuk bisa melebarkan sayap agar lebih di kenal di luar negeri.”Arlo diam sejenak. Dia mengingat ucapan Mike soal alasan Catla mau bekerjasama dengan Atelier. ‘Ayudhia benar-benar membawa keberuntungan untuk Atelier,’ batin Arlo.Setelah bicara dengan Theo. Arlo menaiki anak tangga menuju kamarnya untuk menemui Ayudhia.Ketika baru saja menginjakkan kaki di lantai atas, pandangan Arlo tertuju pada Alin

Dua hari semenjak kejadian kebakaran Atelier, Ayudhia pergi ke rumah sakit untuk mengecek ulang kondisi kesehatannya.“Semuanya baik, apa masih ada keluhan lain?” tanya dokter.Ayudhia menggeleng pelan, tetapi kemudian berkata, “Sebenarnya sejak kejadian kemarin, saya sering merasa pusing. Apa itu wajar?”Arlo terkejut sampai menoleh pada Ayudhia karena dia tidak tahu soal itu.“Kamu sering pusing? Kenapa tidak cerita?” tanya Arlo sambil menatap panik.“Pusingnya tidak yang sakit banget, hanya saja kadang tiba-tiba seperti berputar saja misal dari berbaring, jongkok, atau berdiri dengan buru-buru,” balas Ayudhia menjelaskan.Arlo mengembuskan napas pelan, lalu berkata, “Seharusnya kamu tetap memberitahuku, Ay.”Ayudhia melebarkan senyum melihat suaminya begitu cemas. Tak bersalah sama sekali sudah membuat suaminya panik.“Kalau dilihat dari tekanan darahnya, memang sedikit rendah, jadi wajar jika sering pusing,” ucap dokter menjelaskan setelah mengecek riwayat tensi dan yang lainnya.

Sonia dan yang lain siap pulang, mereka sudah sampai di parkiran saat Sonia menatap Samuel yang sedang memasukkan barang-barang ke bagasi.“Mama mau melihat kondisi Fiona sebentar, ya,” kata Sonia.Samuel menatap tak senang, tetapi dia tak bisa mencegah keinginan Sonia. “Baiklah, tapi jangan lama-lama, Ma,” balas Samuel.Sonia mengangguk dan siap memutar tumit untuk pergi, tetapi Samuel kembali menahan lengannya. Saat Sonia menoleh, Samuel kembali berkata, “Jangan menaruh iba terlalu dalam, Ma. Ingat, bagaimanapun semua yang terjadi padanya, juga karena ulahnya.”Sonia diam sejenak, lalu dia menganggukkan kepala.Samuel akhirnya melepas lengan sang mama, dia menatap Sonia yang kembali masuk ke rumah sakit.Sonia segera menuju ruang isolasi. Di sana dia bertemu dengan Theo yang sedang bicara dengan salah satu pria.“Apa aku boleh menemui Fiona sekali saja?”Mendengar suara Sonia, Theo langsung menoleh dan mendapati wanita paruh baya itu sudah menatapnya penuh harap.Theo menoleh sekil

Ayudhia melipat bibir mendengar ucapan Arlo. Dia berdeham pelan, lalu bertanya, “Jadi, apa yang kamu inginkan sebagai balasannya?”Mendengar Ayudhia malah balik bertanya, Arlo melepas dagu Ayudhia, tatapannya berubah tak bersemangat lalu membalas, “Lupakan.”Melihat suaminya ada tanda-tanda merajuk, Ayudhia segera menarik lengan Arlo yang ingin berpaling darinya. Dengan cepat dia berpindah posisi dari ranjang hingga berada di pangkuan suaminya.“Gitu saja marah?” Ayudhia memberikan tatapan menggoda.Arlo mengalihkan pandangan ke samping, lalu membalas, “Jika seseorang menginginkan hadiah, apa harus disebutkan ingin hadiah apa?”Ayudhia menahan senyum mendengar ucapan Arlo, suaminya benar-benar manja dan seperti anak kecil saat merajuk. “Tapi kalau yang mau kasih tidak tahu apa yang diinginkan, apa penerima hadiah masih tak mau mengatakan apa yang diinginkan?”Mendengar apa yang dikatakan Ayudhia, Arlo menekan pinggang Ayudhia, membuat tubuh istrinya merapat ke tubuhnya.Ayudhia tertaw

Samuel menatap amplop di tangannya. Dengan ragu dan cemas, Samuel akhirnya membuka amplop cokelat berukuran besar itu.Tatapannya tertuju ke dalam isi amplop, menarik perlahan isi dari dalam amplop, mata Samuel membola lebar saat melihat kertas-kertas dari dalam, lalu tatapannya tertuju pada Mike.“Ini ….” Samuel tak langsung bicara untuk meminta penjelasan Mike.“Pak Arlo tahu kalau kalian sedang mencari rumah, jadi beliau memberikan rumah baru untuk kalian di pinggir jalan dengan harapan orang tuamu bisa menggunakan tempat itu untuk usaha juga,” ujar Mike menjelaskan.Samuel sangat syok. Dia mengeluarkan kertas-kertas dari dalam amplop dan membaca satu persatu surat itu.“Itu surat jual beli dan sertifikatnya, Pak Arlo juga akan membantu pembalikan nama kepemilikan tanah ke orang tuamu, mengurus semuanya sampai selesai.”Samuel semakin tak bisa berkata-kata mendengar penjelasan Mike, dia mengangkat pandangan pada Mike, lalu bertanya, “Kenapa dia melakukan semua ini?”Mike diam sejena