All Chapters of Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica: Chapter 31 - Chapter 40

Tubuh Calvin kaku, darahnya seolah langsung membeku.Awal hubungannya dengan Jessica tidak bahagia. Bisa dibilang, jika bukan karena hubungan cinta malam itu, mereka tidak akan pernah bisa menikah dan punya anak.Saat itu, juga ada sesuatu yang terjadi pada Keluarga Sudarso.Calvin selalu merasa bahwa kejadian malam itu, Jessica yang sengaja merencanakannya.Wanita itu sengaja membiusnya demi bisa menikahinya. Karena itu, selama tujuh tahun pernikahan, Calvin bersikap acuh tak acuh pada Jessica, bahkan bisa dibilang bersikap jahat.Namun, bagaimana jika semua ini tidak ada hubungannya dengan Jessica?Calvin sama sekali tidak berani memikirkannya.Dia mengepalkan tangannya erat-erat, membuka mulutnya dan mengeluarkan sepatah kata dengan susah payah, "Katakan."Edric menatapnya dengan simpatik dan mulai bicara perlahan."Kami mengikuti petunjuk dan menemukan pelayan yang membius saat itu. Dia bilang ada seorang pria yang memberinya obat dan orangnya bukan Nona Jessica."Keheningan langsun

"Nak, barusan kamu bilang apa? Apa kamu bisa bilang sekali lagi ke Ibu?"Suara Tessa bergetar. Dia mendekat dengan hati-hati, takut bahwa semua yang ada di depannya ini hanyalah mimpi.Namun.Ketika Tessa menyentuh tangan kecil Dave yang agak dingin, wanita itu akhirnya tak kuasa menahan diri untuk tidak memeluknya sambil menangis."Sayang, Dave memanggilku Ibu. Kamu dengar?"Reno mengangguk, memeluk ibu dan anak itu dengan penuh semangat. Matanya juga agak berkaca-kaca.Gambaran keluarga tiga orang yang saling berpelukan itu sangat mengharukan.Jessica dan Dany saling menatap, lalu mundur secara diam-diam, meninggalkan keluarga itu sendirian.Setelah beberapa saat.Reno berjalan keluar bersama istrinya. Dave juga sudah memejamkan mata dan tertidur pulas."Nona Jessica!"Tessa berlari ke arah Jessica, memegang tangannya erat-erat seraya berkata dengan penuh semangat."Terima kasih sudah menyembuhkan Dave. Kamu adalah penolong keluarga kami. Kalau suatu hari kamu membutuhkan bantuan, be

Setelah Calvin menyelesaikan konferensi pers, dia langsung pergi ke Bar Hilton.Leon dan Tiko sudah menunggu di dalam ruang VIP.Calvin berjalan ke dalam ruang VIP dengan ekspresi tegas. Dia mengambil bir di atas meja, lalu segera meminumnya.Cairan yang panas itu mengalir deras ke tenggorokannya, tetapi Calvin tampak tidak merasakan apa-apa. Dia minum satu per satu kaleng tanpa henti, sampai pemandangan di depannya mulai kabur dan langkahnya mulai agak terhuyung-huyung.Leon tidak tahan melihatnya. Dia langsung mengulurkan tangan dan menyambar kaleng bir yang belum habis di tangan Calvin."Kak Calvin, jangan minum lagi."Mata Calvin kabur dan dia sudah mabuk. Pikirannya tanpa sadar melayang kembali pada peristiwa di dalam ruang VIP saat terakhir kali.Dia dan Jessica berjalan pulang bersama. Cahaya bulan malam itu indah dan Jessica juga tampak cantik.Calvin pikir mereka bisa memulai semuanya lagi. Dia tidak menyangka bahwa Jessica akan meninggalkannya.Tidak heran ... tidak heran per

Dalam sekejap, udara di sekitar seolah langsung membeku.Rowan menunjukkan senyuman mengejek."Calvin, kalau kamu memperlakukan Jessica dengan setengah hati dan membaginya dengan wanita lain. Dia nggak akan merasa kecewa untuk pergi."Setelah Rowan berkata demikian, dia pergi tanpa menoleh ke belakang.Calvin berdiri di sana dengan linglung. Pada saat ini, sebuah panggilan telepon masuk."Halo, apa benar ini Ayah dari Ricky Wijaya?"Sebelum Calvin sempat berbicara, suara guru itu masih terdengar, "Ricky bertengkar dengan anak-anak lain di sekolah. Tolong luangkan waktu Bapak untuk datang ke sekolah.""Aku akan segera ke sana."Calvin kembali tersadar dan melangkah keluar. Ketika tiba di sekolah, Calvin melihat Ricky sedang berdiri sendirian di sudut.Mata anak kecil itu merah, air mata mengalir di wajahnya dan ada benjolan yang muncul di dahinya.Calvin mengerutkan kening dan berjalan maju dengan cepat."Ada apa?"Ricky menundukkan kepalanya dan tidak berkata apa-apa. Tangan kecilnya m

Waktu berlalu dengan cepat.Dalam sekejap mata, satu tahun telah berlalu."Pak Calvin, ini dokumen untuk rapat hari ini.""Ya, taruh saja di sana."Suasana di kantor itu dipenuhi dengan tekanan.Edric mendongak, menatap pria tanpa ekspresi di depannya.Sejak istrinya pergi, Calvin menjadi makin gila kerja. Dia bekerja siang dan malam, bahkan sepanjang malam. Seolah-olah dia sedang membuat dirinya mati rasa dengan kesibukannya.Edric menghela napas berat. Dia tak kuasa menahan diri untuk bicara, "Pak Calvin belum tidur selama dua hari. Kenapa tidak istirahat sebentar?"Calvin bahkan tidak mengangkat kepalanya dan menjawab dengan santai, "Aku nggak capek."Jejak yang ditinggalkan oleh Jessica tersebar di mana-mana di rumah. Begitu Calvin memejamkan matanya, dia akan langsung memikirkan wajah yang cerah dan cantik itu.Jari-jari Calvin yang memegang pena tanpa sadar mengerahkan kekuatan. Pikirannya melonjak ke dalam hatinya seperti gelombang air pasang.Selama satu tahun penuh, tidak ada