All Chapters of Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica: Chapter 41 - Chapter 50

'Ayah dan anak dari Kota Barna?'Jessica langsung teringat pada dua orang lama, tetapi segera menggelengkan kepala.Tak mungkin bisa kebetulan.Lagi pula, mereka berdua juga bukan tipe yang terlihat punya gangguan psikologis.Setelah berpikir sejenak, Jessica mengangguk. "Oke, nanti langsung saja bawa mereka masuk."Kemudian.Jessica menoleh ke Dany dan berkata dengan agak sungkan, "Maaf, ya, kamu dan Ella harus menunggu sebentar."Dany tersenyum sambil menggeleng. "Kamu sekarang malah lebih sibuk dari aku."Setelah menggodanya, Dany masuk ke ruang istirahat sebelah.Jessica menunduk, kembali merapikan catatan medis di klinik.Saat itu juga, terdengar langkah kaki dari luar pintu."Calvin, psikolog ini bisa dipercaya nggak sih?""Calvin, aku belum pernah ke Kota Ronawa sebelumnya. Nanti temani aku jalan-jalan, ya?"Suara manja seorang perempuan terdengar dari celah pintu.Jari-jari Jessica yang memegang catatan medis menegang dan tanpa sengaja merobek catatan itu.Jessica sudah tak sem

Tatapan Calvin agak gelap.Terlihat, dua orang itu naik mobil, lalu mobil pun melaju pergi.Di saat yang sama, suara Sindy terdengar dari samping."Calvin, hari sudah gelap begini, mereka mau ke mana?"Mendengar itu, ekspresi Calvin makin muram. Calvin segera melangkah dengan cepat, lalu menghentikan sebuah taksi yang lewat.Sindy dan Ricky langsung menyusul, ikut naik ke dalam."Pak, ikuti Porsche putih di depan. Aku bayar dua kali lipat."Calvin berkata dengan dingin.Mendengar itu, si sopir langsung semangat. Dia langsung menginjak gas dan mengejarnya.Beberapa saat kemudian.Di depan Hotel Ronawa.Jessica dan Dany masuk bersama, tidak sadar ada yang membuntuti mereka.Ella sudah lebih dulu sampai di ruang VIP, bahkan sudah memesan makanan. Begitu melihat mereka, Ella langsung menyambut, "Akhirnya kalian datang juga. Aku hampir kelaparan."Tak lama kemudian, Calvin dan yang lain juga tiba di hotel.Ruang VIP itu sangat kedap suara.Calvin menatap pintu ruang VIP yang tertutup rapat,

Klinik Psikiater Harapan Baru.Jessica duduk di belakang meja kerjanya, membolak-balik beberapa catatan medis yang cukup sulit.Tok, tok!Asistennya mengetuk pintu dan masuk dengan ekspresi bimbang."Dokter Jessica, pasien yang kemarin datang lagi. Katanya ingin konsultasi dengan Anda."Jessica bahkan tak mendongak melihatnya, hanya menjawab dengan dingin, "Tolak saja. Suruh cari dokter lain."Asisten itu melanjutkan ucapannya, "Tapi, dia bilang mau bayar sepuluh kali lipat dari tarif biasa, asal mau menangani masalah insomnianya."Gerakan tangan Jessica terhenti. Setahunya, Calvin dulu tidak punya masalah seperti itu.Sepuluh kali lipat?Dengan semangat profesional dan empati seorang dokter, Jessica akhirnya mengangguk juga. Namun, dia memberi syarat."Aku cuma mau tangani dia seorang. Suruh Sindy pergi sejauh mungkin.""Jessica, kami cuma kebetulan ketemu di bandara. Aku sama sekali nggak berniat bawa dia kemari."Calvin menatap Jessica tanpa berkedip. Nada bicara terdengar lembut sa

Dulu, kejatuhan Keluarga Sudarso disebabkan oleh insiden obat yang membuat harga saham anjlok dan ayah Jessica ditangkap untuk pemeriksaan.Kalau semua itu memang ulah seseorang ….Tangan Jessica yang berada di samping, tiba-tiba mengepal. Ia menatap orang di depannya, menunggu jawabannya.Dahi Ella berkerut. Ada rasa sakit yang melintas di matanya."Aku nggak ingat."Jessica merasa cemas, tetapi dia tahu dia tak boleh memaksa. Dia berkata dengan nada lembut, "Nggak apa-apa. Ingatnya pelan-pelan saja."Percobaan bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangan yang dilakukan oleh Soni memberi guncangan besar bagi Ella, sampai tubuh Ella secara alami membentuk mekanisme pertahanan diri dan mengunci ingatan itu."Sepertinya suara seorang wanita."Ella berusaha mengingat, tetapi rasa tak nyaman langsung menyergap. Kepalanya terasa mau pecah."Aku nggak tahu. Kepalaku sakit banget."Ella berteriak kesakitan.Jessica terpaksa menghentikan proses terapi, lalu menenangkan Ella dengan lembut."Ng

Wajah Sindy tampak agak pucat.Dia juga mau maunya seperti itu, tetapi Calvin yang tak mengizinkannya!Sejak Jessica pergi setahun lalu, ayah dan anak itu seperti berubah jadi orang lain. Sikap mereka padanya pun benar-benar berbeda dari dulu.Melihat Sindy tak membalas, Ella mengejek dengan dingin, "Kak Jessica sudah lama melupakannya. Dari awal sampai akhir, yang nggak bisa lepas itu Calvin.""Bukannya dia suka sama kamu? Ya, sudah, bilang langsung ke dia sana!"Sindy gemetar saking marahnya hingga tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Orang-orang di sekitar mulai memandangnya dengan tatapan aneh.Wajah Sindy makin pucat. Dia hendak pergi, tetapi dari sudut matanya, dia tiba-tiba melihat sosok yang familier.Langkahnya langsung terhenti. Mata Sindy merah, ekspresinya berubah total, lalu dia berkata dengan suara sedih."Nona Jessica, aku dan Calvin benaran nggak ada apa-apa. Kamu harus percaya sama dia."Mata Ella terbelalak. Dalam hati bertanya-tanya, 'Ini orang nggak waras, ya?'Di