All Chapters of Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam: Chapter 351 - Chapter 360

Rad mengetuk pintu kamar apel sekali lagi, karena yang pertama tidak mendapat jawaban. “Abel!” Rad ingin bertanya pada Abel tentang kabar Ara —atau memintanya untuk menghubungi Sorrel bertanya tentang Ara. Dan Rad sebenarnya ingin bersabar sampai Abel terbangun, hanya aroma yang tercium dari kamar Abel mengganggu Rad. Ada aroma vampir di dalam sana, dan tentu kali ini Rad tidak akan tertipu. Rad amat paham aroma vampir itu milik siapa. Sejak kemarin ibunya mengatakan akan mengunjungi klan, tapi entah hal itu benar atau tidak. Karena itu Rad menggedor pintu sejak tadi. “ABEL!” Rad mengetuk dana memanggil lebih keras lagi Kemudian terdengar langkah kaki, pintu terbuka dengan kasar, dan seperti yang sudah bisa ditebak, Abel muncul dengan wajah berantakan dan kesal. “Apa kau harus selalu mengganggu saat aku sedang tidur?!” bentak Abel. “Aku akan mengganggu karena dengan jelas hidungku menangkap aroma vampir dari dalam kamarmu.” Rad menunjuk ke dalam, dan Abel langsung tersentak

"Anak apa?" Bree sedikit lantang saat bertanya. Apa yang dibahas Abel sedikit sensitif. Mengorek luka yang bahkan masih berdarah. Sejak kemarin, Bree mencoba untuk tidak memikirkan hal itu. Mencoba melupakan masalah yang membuatnya ingin menangis setiap mengingat. Mendengar Abel menyebut masalah itu dengan santai, terdengar sedikit kejam bagi Bree. Begitu juga Rad, dia berdiri memandang Abel dengan mata mengenyit. “Apa maksudmu dengan anak? Kau bicara apa ?!” Abel menarik mundur kepalanya, karena kaget melihat reaksi mereka berdua yang sedikit keras. “Ada apa ini? Apa aku melakukan kesalahan? Aku hanya menyebut apa yang ada di surat ini.” Abel membela diri, karena jelas baik Rad maupun Bree sedang dalam keadaan kesal. “Surat dari Sorrel menyebut tentang anak?” tanya Rad. “Ya. Dia mengatakan Bree sedang hamil saat ini.” “Tidak. Itu tidak mungkin!” Bree yang membantah, masih dengan wajah jengkel. “Kenapa tidak mungkin?” Abel balik bertanya. “Karena Ara mengatakan Bree tidak mu

“Kau pikir kenapa dia tidak muncul di depan umum selama ini? Itu karena dia adalah pria tua yang tak laku.” Amber tertawa, sementara Bree hanya menunduk saja. Dia tak membantah maupun menjawab. Dia sedang berusaha tidak mendengar apapun kata-kata Amber karena jelas saja akan membuat dirinya semakin ragu. “Padahal dia seorang Duke. Biasanya pria seperti itu mudah mendapatkan istri. Jika sampai dia menjadi tua dan sendiri, itu berarti dia pasti amat buruk rupa.” Bree mencengkram buket bunga yang ada di tangannya dengan amat erat, lalu memandang gaunnya. “Gaun yang kau pakai adalah indah, bunga yang kau bawa juga indah, kau akan bahagia.” Bree membatin beberapa hal indah. Karena tidak ingin mendengar apapun kata-kata Amber. Bree memilih untuk memikirkan hal positif yang saat ini ada di dirinya. “Aku tidak menyangka kau berselera menikahi pria tua bangka, dan ini menarik sekali. Aku tak sabar ingin melihatmu berjalan berdampingan dengannya, pasti mirip sekali dengan seorang kakek ber

Rad tidak ingin ada di sini, atau menyaksikan apapun yang akan terjadi. Ini sudah sangat jelas, karena wajahnya sejak tadi hanya menampakan wajah dingin yang bosan dan malas. Membuat Rad terlihat menyeramkan. Jauh berbeda dari Amber yang saat ini menggandeng tangannya. Wajahnya terlihat terlalu antusias. Tentu saja Amber menyembunyikan wajah bersemangat yang ceria itu dengan saputangan, dan berpura-pura untuk menangis, menyesali nasibnya. Hanya berpura-pura, Rad tahu ini, karena dia mendengar bagaimana Amber tertawa senang, begitu surat keputusan hukuman mati bagi Bree ditetapkan. Amber awalnya menangis saat Rad menyampaikan hal itu padanya. Rad sempat percaya dengan sandiwara itu, sampai akhirnya mendengar tawa bahagia dari arah kamar Amber. Tawa yang kurang lebih menjelaskan apa yang yang sebenarnya dia rasakan. Amber tidak peduli pada Bree, dan gembira adiknya itu dihukum mati. Rad tidak tahu bagaimana hubungan mereka, yang jelas jauh dari kata harmonis. Tapi bagaimana hub

Sorrel memandang sekitar, mencari celah agar bisa menyelinap pergi dari pertemuan itu. Pertemuan penting antar Sanctum, dan Sorrel tentu ikut di dalamnya. Pertemuan sudah selesai, tapi masih ada saja yang ingin bicara padanya, padahal Sorrel hanya ingin bicara pada Ara. Dia sedang marah, dan Sorrel mendengar dengan jelas kemarahannya itu. Perlahan Sorrel berjalan keluar, menghindari Elf yang ingin bicara padanya. Ini sangat mudah , karena Sorrel bisa mendengar semua isi kepala Elf yang ada di sana. Sampai di luar Sorrel merasa lebih lega. Sorrel tidak menyukai perkumpulan yang banyak dihadiri makhluk hidup lain, karena memaksa dirinya untuk mendengar banyak pikiran secara bersamaan. Tapi keahlian Sorrel untuk mengendalikan kemampuannya itu sudah sedikit meningkat selama ratusan tahun ini. Sorrel lebih bisa memilah mana yang ingin didengar, dan mana yang lebih baik diabaikan karena tidak berguna untuknya. Dan Sorrel tersenyum kecut karena masih tidak mendengar isi kepala Ara. Ini