Tatapan Dimas terkunci pada matanya, penuh intensitas hingga membuatnya sulit bernapas. “Karena kau berbeda,” gumamnya. “Kau melihat diriku yang sebenarnya, bukan topeng yang kutunjukkan pada dunia.” Tangannya terulur, menyentuh kalung itu dengan lembut. Jemarinya berlama-lama di kulit Rani, seolah enggan pergi. “Dan karena aku tak bisa menahan diri saat berada di dekatmu,” tambahnya pelan. Rani tercekat. Kata-kata itu—jujur, mentah, tanpa tabir—membuatnya gamang. Ia tahu seharusnya menjauh, memutuskan permainan berbahaya ini. Namun, tubuhnya justru condong, mencari kehangatan dari sentuhan Dimas. “Tuan…” bisiknya, suara bergetar. Dimas menarik napas panjang, jemarinya masih bertengger di lehernya. “Ikutlah denganku,” ujarnya tiba-tiba, lalu melangkah mundur sambil mengulurkan tangan. “Kemana?” tanya Rani, keningnya berkerut. “Ke kolam,” jawabnya sederhana. “Aku butuh udara segar. Dan aku ingin kau menemaniku.” Rani sempat ragu lagi, tapi akhirnya meletakkan tangannya di
Terakhir Diperbarui : 2025-09-05 Baca selengkapnya