Benih Yang Ditinggalkan Kakak Ipar

Benih Yang Ditinggalkan Kakak Ipar

last updateLast Updated : 2025-10-23
By:  Yes, me! LeesoochanUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
43Chapters
261views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Di Asmarayudha Residence-sebuah kawasan elit Jakarta Selatan di balik gerbang besi hitam dan pepohonan trembesi—kehidupan para penghuni ibarat panggung teater: penuh senyum di depan, penuh rahasia di belakang. Di ujung cul-de-sac, berdiri rumah kaca tiga lantai milik Dimas Elvano Satya dan istrinya, Tasya Prameswari. Setidaknya, begitulah yang terlihat di mata tetangga. Rani Prameswari, 23 tahun, baru lulus kuliah dan mencari tempat tinggal. Ia menerima tawaran “baik hati” dari Tasya, kakaknya, untuk tinggal di rumah besar itu sebagai asisten rumah tangga, tak pernah tahu bahwa pria yang menunggu di balik pintu adalah pemilik neraka sesungguhnya: Dimas Elvano Satya, suami sang kakak. Dingin, berkuasa… dan haus kontrol. Apa yang Dimas lakukan malam itu, merenggut segalanya dari Rani termasuk kepolosannya. Dan yang lebih buruk: meninggalkan benih dalam rahimnya.

View More

Chapter 1

🖤 EPISODE 1

Rani tiba di Citra Asmarayudha Residence, diantar oleh Tasya. Dari balik kaca mobil, ia menatap gerbang hitam menjulang. Satpam bernama Rahman memberi salam dengan sikap kaku, membuat Rani merasa kecil dan asing, seolah baru saja melangkah ke dunia lain.

Saat mobil berhenti di depan pintu masuk megah, mata Rani membesar melihat rumah yang berdiri anggun di hadapannya. Fasad marmer putih berkilau diterpa cahaya sore, sementara taman di sekelilingnya mekar penuh warna. Tasya melirik padanya dengan senyum puas.

“Selamat datang di rumah, Rani,” ucapnya manis, meski terdengar palsu.

Rani turun dari mobil dengan jantung berdebar. Udara di sekitarnya dipenuhi aroma bunga eksotis bercampur dengan segarnya rumput yang baru dipangkas. Ia menggenggam erat pegangan kopernya, merasa seperti orang asing di dunia penuh kemewahan ini. Sepatu hak Tasya berketuk pelan di jalan berbatu, memimpin langkah menuju pintu depan.

“Aku yakin kamu akan betah di sini,” katanya sambil melirik sekilas pada adiknya dengan senyum seakan penuh pengertian. “Dimas sudah menyiapkan kamar untukmu.”

Begitu masuk ke serambi, Rani tertegun melihat kemewahan yang menyambutnya. Sebuah tangga besar melingkar ke atas, sementara lampu kristal menggantung megah di langit-langit, memantulkan cahaya pelangi di lantai marmer. Tiba-tiba, suara berat terdengar menggema di lorong.

“Tasya, kau sudah kembali.”

Dimas Elvano Satya muncul dari ruang kerjanya, tatapannya langsung tertuju pada Rani. Ia tampak nyaris sempurna dalam balutan jas yang rapi membentuk tubuh atletisnya, rambut hitamnya tertata tanpa cela. Kehadirannya begitu dominan, membuat jantung Rani berdegup kencang.

“Jadi ini adikmu?” tanyanya, melangkah mendekat, gerakannya seperti predator yang sedang mengukur mangsa. Rani berdiri kaku, matanya terkunci pada pria itu. Dari dekat, ia bisa mencium aroma halus cologne, perpaduan kayu cendana dan sesuatu yang maskulin. Tatapannya tajam, seolah mampu menembus hingga ke dalam dirinya.

“Rani,” sela Tasya, cepat-cepat meraih lengan Dimas dengan sikap posesif. “Bukankah dia manis? Aku yakin dia akan berguna di rumah ini.”

Senyum tipis muncul di bibir Dimas. “Aku juga yakin begitu,” gumamnya tanpa mengalihkan pandangan dari Rani. “Ayo, biar kutunjukkan kamarmu.” Ia mengisyaratkan ke arah tangga, tangannya terulur menunggu.

Rani ragu sejenak, lalu meletakkan tangannya di genggamannya. Jantungnya kembali berdegup kencang saat merasakan cengkeraman kuat dan menguasai itu. Ia menuruti langkah Dimas menaiki tangga, matanya tak lepas dari punggung lebar pria itu, dari cara jasnya jatuh mengikuti bahu kokoh setiap kali ia bergerak.

Mereka melewati lorong panjang yang dipenuhi lukisan mahal dan karpet mewah. Rani merasa kian kecil, bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya menantinya dengan keputusan tinggal di rumah ini.

Dimas berhenti di depan sebuah pintu, lalu mendorongnya terbuka. Sebuah kamar luas tersingkap, dipenuhi nuansa pastel lembut. Tempat tidur empat tiang besar berdiri di tengah ruangan, dihiasi tirai sutra dan bertumpuk bantal empuk.

“Ini kamarmu,” ujar Dimas, menyingkir sedikit agar Rani bisa masuk. “Semoga sesuai dengan harapanmu.”

Rani ragu di ambang pintu, matanya terbelalak menatap kemewahan di dalam. Ruangan itu lebih besar daripada seluruh apartemennya dulu, lantainya tertutup karpet lembut, ada area duduk dengan sofa dan kursi mengelilingi meja kopi, meja rias berukir indah menempel di dinding, dan jendela setinggi langit-langit menampilkan pemandangan taman hijau yang menakjubkan.

“Ini… indah sekali,” bisiknya, melangkah masuk. Ia meletakkan koper di sisi ranjang, merasa canggung dengan gaun hitam sederhana yang dikenakannya di tengah ruangan penuh kemewahan.

Saat ia masih berdiri kikuk, Dimas berdehem. “Aysha akan mengajakmu berkeliling dan menjelaskan aturan rumah ini,” katanya, nada suaranya tak memberi ruang untuk membantah. “Ikuti instruksinya dengan baik.”

Belum sempat Rani menjawab, seorang wanita masuk. Pakaian hitam dengan celemek putih membalut tubuhnya, rambutnya disanggul rapi. Rani langsung menebak: Aysha, kepala staf rumah tangga.

“Selamat datang, Rani,” sapa Aysha dengan senyum ramah. “Saya Aysha. Hari ini saya akan menemanimu berkeliling.”

Dimas hanya mengangguk singkat, lalu berbalik keluar dan menutup pintu di belakangnya. Rani menoleh pada Aysha, diliputi campuran lega sekaligus gugup.

“Mari kita mulai dari dapur,” kata Aysha ceria, memberi isyarat padanya untuk ikut. “Penting bagimu memahami bagaimana segalanya berjalan di sini.”

Mereka menuruni tangga besar menuju dapur luas yang dipenuhi peralatan modern. Rani nyaris terpana melihat ukurannya. Segala sesuatu dari baja tahan karat berkilau di bawah cahaya terang, sementara sebuah meja marmer besar berdiri di tengah ruangan. Rani tak tahan untuk menyusuri permukaannya dengan jemari, kagum pada kehalusannya.

“Pertama-tama,” Aysha menunjuk panel di dinding, “di sinilah semua aturan dan jadwal rumah tercatat.” Ia mengetuk layar sentuh, dan daftar instruksi muncul. “Kamu harus hafal. Tuan Dimas menuntut kesempurnaan.”

Rani mengangguk sungguh-sungguh. Kata-kata seperti kebersihan, ketepatan waktu, dan kerahasiaan terasa membebaninya. Ia sadar tanggung jawab yang dipikulnya jauh lebih berat dari perkiraannya.

Tur berlanjut ke ruang tamu, penuh barang antik dan karya seni mahal. Rani mendengarkan dengan tekun, berusaha menyerap setiap detail.

“Sekarang, biar saya tunjukkan cara menata meja makan,” kata Aysha sambil menuntunnya ke ruang makan besar. Meja mahoni panjang terbentang, cukup untuk menampung dua puluh orang. Ia mulai mengeluarkan peralatan makan dan gelas kristal, menjelaskan aturan penempatan satu per satu.

Rani memperhatikan seksama, mencoba menirukan. Namun saat ia meraih gelas, sikunya tanpa sengaja menyenggol vas di dekatnya. Vas itu jatuh dan pecah berantakan di lantai.

Rani membeku, jantungnya berdegup kencang. Pecahan porselen berkilau menyebar di atas lantai kayu. Senyum Aysha sempat memudar, tapi ia segera menguasai diri.

“Tidak apa-apa,” katanya lembut namun tegas. “Kecelakaan bisa terjadi. Tapi di rumah ini, kita harus selalu berhati-hati.”

Ia berlutut, memunguti pecahan besar, lalu memberi isyarat agar Rani mengambil sapu dan pengki. Saat mereka membersihkan bersama, Aysha terus berbicara dengan nada menenangkan.

“Saya tahu ini terasa berat, Rani. Rumah ini punya aturan dan tuntutannya sendiri. Tapi sekarang kamu bagian dari keluarga, dan kami akan membantumu menyesuaikan diri.”

Rani mengangguk penuh rasa terima kasih. Ada kelegaan yang menyeruak, meski hatinya masih diliputi kecemasan. Setelah semuanya beres, Aysha berdiri dan menepuk bahunya dengan hangat.

“Kamu akan baik-baik saja,” ujarnya sambil tersenyum.

Tangan hangat Aysha di bahu Rani menghadirkan sedikit rasa nyaman, seperti jeda singkat di tengah hari yang penuh tekanan.

“Terima kasih,” gumam Rani pelan, matanya tertunduk. “Aku berusaha sebaik mungkin untuk mengerti semuanya.”

“Kamu baik-baik saja,” balas Aysha lembut, nadanya menenangkan. “Kalau ada yang membingungkan atau kamu butuh bantuan, jangan ragu untuk bertanya. Kami semua ada untuk mendukungmu.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
43 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status