Keesokan paginya, Rani terbangun dengan terkejut. Jantungnya berdegup kencang, dan seprai di bawahnya basah oleh keringat dingin. Ia memimpikan Dimas lagi—tatapan matanya yang menusuk, sentuhannya yang lembut, janji-janji yang dibisikkan begitu dekat. Ia bangkit perlahan, mencoba menepis sisa-sisa mimpi yang masih menempel. Tapi baru saja ia mengayunkan kaki turun dari tempat tidur, gelombang mual menghantamnya begitu kuat, seperti pukulan tepat di ulu hati. Rani terhuyung menuju kamar mandi, nyaris tidak sempat menutup pintu sebelum tubuhnya memuntahkan semuanya ke dalam toilet. Ia berlutut di lantai ubin yang dingin, tubuhnya terguncang sampai tak ada lagi yang keluar. Saat rasa mual itu akhirnya mereda, Rani bersandar pada dinding, napasnya terengah. Tubuhnya lemas, tangan dan kakinya bergetar—entah karena sakit, lelah, atau emosi yang membuncah. Saat itu, terdengar ketukan pelan di pintu. “Rani? Kamu nggak apa-apa di dalam?” Suara Dimas—terdengar samar, tapi jelas penuh kekhaw
최신 업데이트 : 2025-11-19 더 보기