Semua Bab Pengantin Pengganti Milioner Mandul: Bab 31 - Bab 40

Mereka bekerja keras, menyatu kasih dalam gairah yang selama ini sengaja disembunyikan, mencapai puncak kenikmatan bersama. Hingga akhirnya... Mereka sama-sama saling melepas, dan terkulai lemas dalam kasur busa yang dingin, puas.Sementara itu di dalam tenda Erich, Jack membantu kakek itu mengganti bajunya, serta merawat radang yang hampir sembuh total."Jack... Apa menurutmu, obat ini sangat berkhasiat?" tanya Erich, melihat lengannya yang diolesi endapan bunga Arnica Montana oleh Jack."Tentu, Tuan. Radangnya sembuh sangat cepat," jawab Jack, kagum.Erich tersenyum bahagia. "Aku yakin, anak itu sangat cerdas dan punya bakat istimewa.""Benar, Tuan. Nona Elena pasti cerdas," sahutnya, sambil membersihkan bekas luka Erich perlahan. "Tuan Erich tidak salah memilih menantu. Dia juga terlihat sangat tulus pada Anda dan Tuan Meix."Erich terkekeh senang. "Menurutmu, bagaimana kalau Elena aku masukkan ke perusahaan?"Jack mendongak kaget,

'Aku sudah bersalah karena menuduh Meix yang melakukannya,' batin Erich."Tuan... Aku melakukan itu karena cemburu. Aku sangat mencintai Meix. Aku hanya iri pada Elena. Jadi tolong... Tolong maafkan aku, Tuan. Aku berjanji akan melepas Meix, dan tidak akan mengganggu Elena lagi," isak Emma, terdengar seperti penyesalan yang tulus.Erich menarik napas dalam, meneliti sikap Emma yang baginya terlihat mencurigakan. "Tapi apa yang membawamu sampai begini? Aku rasa, ini bukan seperti kau yang biasa."Emma menghindari kontak mata, mengalihkan pandangannya ke samping. Tangannya meremas ujung gaunnya, terlihat sangat gelisah. "Itu... Itu karena aku sadar sudah mengancam jiwa Elena. Aku menyesal, Tuan," dustanya, suaranya sedikit bergetar.Erich meneliti Emma sesaat, mencoba membaca raut wajahnya yang penuh kepalsuan. "Aku dan Lukas sudah berteman baik sejak lama. Aku harap, kau benar-benar tidak akan mengulanginya lagi. Masalah ini, aku serahkan pada Elena."

"Selamat pagi, Kakek..." Suara Elena tiba-tiba terdengar, membuat suasana dalam ruang makan seketika menjadi hening. Dingin dan kaku tanpa sedikitpun kehangatan.Pandangan Elena menyapu sekitar, terbersit tanda tanya besar dalam benaknya. 'Apa... Sesuatu telah terjadi?'"Oh... Nona, silahkan duduk," ucap Jack segera mencairkan suasana. Ia menarik kursi Elena, lalu mempersilahkannya duduk dengan ramah."Terima kasih, Jack," ucap Elena, tersenyum tipis dengan sedikit canggung. Ia memperhatikan Erich dan Meix yang terlihat menegang, seolah aura permusuhan masih tersisa."Elena, kau gantilah bajumu," pinta Erich tiba-tiba, berusaha mengalihkan suasana.Elena terkesiap, keningnya berkerut halus. "Ada apa dengan bajuku, Kek?" tanyanya polos.Erich menegakkan badannya, tatapannya lurus pada Elena. "Mulai hari ini, kau ikut Meix ke kantor," ucapnya dengan nada tegas, seolah tak menerima tambahan.Mata Elena membulat. Ia melirik

Jack menyeringai kecil, penuh arti. "Ya. Selama yang saya tahu, Tuan Meix hanya sedikit melembut pada Anda.""Dia juga sedang marah padaku, Jack," ujar Elena. Nada bicaranya terdengar frustasi."Ya... Kenapa tidak Nona rayu saja. Dia kan suami Nona Elena," saran Jack, menyeringai lagi, seolah memberi tantangan.'Gawat! Apa yang harus aku lakukan?' batin Elena. Mencoba mencari jalan keluar. 'Kalau aku diam saja, kasian wanita itu. Tapi kalau aku bicara pada Meix...' bola matanya melirik ke atas. Mencoba menerawang apa yang mungkin terjadi, mempertimbangkan resikonya."Oke, Jack. Aku akan merayunya," ujarnya akhirnya, berusaha mengumpulkan tekad."Apa Anda yakin, Nona?" tanya Jack, ingin meyakinkan sekali lagi.Elena menarik napas panjang. Bibirnya ditarik ke dalam, mengumpulkan keberanian. "Aku tidak bisa membiarkan wanita itu dipecat, Jack. Aku akan merasa bersalah jika bersikap tak peduli."Jack mengangguk ragu. "Baikla

Mata Lucien membulat, napasnya berangsur cepat. Ia menatap Elena dengan raut tak percaya, terkejut dengan keberanian gadis itu. "Apa maksudmu, Elena?" "Kau tidak perlu pura-pura bingung, Lucien. Ibu dan adikmu itu sudah merebut posisiku di Ravenhall," desis Elena, suaranya tajam dan menusuk. Ia kembali menarik dasi Lucien, hingga mereka semakin dekat, wajah mereka hampir bersentuhan. "Dan kau. Kau sengaja menjemputku dari desa Bergdorf tanpa bicara apapun. Kau juga ingin membuangku, bukan?" tuduhnya, nada suaranya dingin dan datar. Ia menatap Lucien tanpa berkedip. Rahangnya mengeras, tangannya mencengkeram erat dasi Lucien. Nampak jelas raut wajahnya yang sedang berusaha keras untuk menahan emosinya agar tak terluap. Dan ia, membiarkan amarah itu membakar perlahan. Lalu tiba-tiba, Meix datang menarik tangan Elena, hingga cengkeramannya pada dasi Lucien terlepas. Elena terperanjat, matanya me