Lahat ng Kabanata ng Pengantin Pengganti Milioner Mandul: Kabanata 51 - Kabanata 60

Mata Camille berkaca-kaca, ujung alisnya bertaut erat, bibirnya bergetar menahan isak yang nyaris keluar. "Kau ingin lihat ibu hancur? Apa kau ingin kita kembali ke rumah kumuh seperti dulu?"Ia melepas cengkeramannya pada baju Lucien, lalu mendorongnya perlahan, seolah tak sanggup lagi memegang. "Ayah kandungmu tak bertanggung jawab. Dia menelantarkan kita begitu saja. Lalu kau? Apa kau lebih memilih wanita itu di banding ibu dan adikmu?"Lucien membeku di tempatnya. Ia hanya menunduk dalam, jari-jarinya meremas celananya dengan kuat, menahan gejolak dalam dirinya.Vladimir kembali mencondongkan tubuh, lebih dekat dengan Lucien, sorot matanya tajam dan menghitung."Lucien... Aku beri kau kesempatan sekali lagi. Gagalkan proyek Elena. Dan jika itu berhasil, akan kuwariskan saham Vorontsov Group untuk kalian," pintanya, sebuah tawaran yang tak bisa ditolak.Belum sempat Lucien menjawab, suara langkah sepatu tiba-tiba terdengar, memecah kehenin

Meix membeku, matanya membulat sempurna. Sebuah ketegangan baru muncul."Oh... Maaf, Tuan. Saya lupa bilang, Nona Viviane sudah kembali dari Italy," bisik Jack di belakang telinga Meix."Kau menyebalkan, Jack! Melihat Viviane lagi membuat suasana hatiku buruk," sergah Meix, suaranya mengandung frustasi yang nyata.Senyum tipis di wajahnya seketika menguap saat melihat Viviane yang melangkah mendekatinya. Alisnya sedikit turun, membentuk kerutan tipis di antara keduanya, dan matanya yang semula hangat kini menyipit, memancarkan kilau dingin yang nyaris tak terlihat. Sebuah dinding emosi seketika terbangun di sekelilingnya."Maaf, Tuan," sesal Jack sembari tersenyum getir.Meix menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri dari gejolak emosi yang tiba-tiba menyerang. Ia memijat pelipisnya yang terasa berdenyut."Ayo kita berangkat!" pintanya, berjalan lurus melewati Viviane—tak memperdulikannya, seolah wanita itu tak ada.Namun

Elena berdiri di depan gedung Dalton Corp menunggu taksi. Namun tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depannya."Masuklah!" pinta Lucien setelah membuka jendela mobil.Elena membuang muka, memasang raut wajah sinis. Tangannya bersedekap di dada. "Tidak mau!" tolaknya dingin."Kau mau pulang, kan? Ayo aku antar," tawar Lucien tak menyerah, senyum ramah terlukis di bibirnya.Elena memicingkan mata, menatap Lucien tajam, berusaha mencari tahu maksud kakak tirinya itu. 'Haruskah aku ikut?' batinnya, mencoba menimang keputusan yang akan dia ambil. 'Benar juga. Aku butuh seseorang agar bisa mengirim Belinda ke Vorontsov.'"Baiklah..." jawabnya, lalu segera masuk ke dalam mobil, tanpa menatap Lucien.Dan tanpa Elena sadari, tak jauh dari tempatnya berada, seorang pria tak dikenal telah mengambil gambarnya secara diam-diam."Apa kau sudah makan?" tanya Lucien, nadanya lunak. Senyumnya terlihat sangat ramah, jauh dari k

Kicau burung di pagar balkon membangunkan Elena dari tidurnya. Ia berusaha membuka mata yang masih terasa berat, lalu meraba sisi kasur di sampingnya—kosong.Sentuhan di tempat kosong itu membuat ia terperanjat dan langsung duduk. Pandangannya menyapu sekeliling ruangan, mencari sosok yang seharusnya ada di sana. "Dia sudah bangun?" gumamnya, suaranya parau karena baru terbangun.Dengan gerakan malas, Elena bangkit dan mencari Meix ke seluruh ruangan, termasuk di kamar mandi. "Ke mana dia pergi? Tumben sekali tidak membangunkan aku?"Elena segera bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Hari ini, agendanya adalah pergi ke desa Bergdorf. Matanya berbinar, senyum tipis menghiasi wajahnya saat ia memasukkan bajunya satu per satu ke dalam koper. "Aku tak sabar sampai di desa Bergdorf."Tiba-tiba, ingatannya melesat pada pertarungan semalam di atas ranjang. Samar-samar ia melihat Meix yang menitikkan air mata."Tapi,

Meix membalas pelukan Elena lebih erat. Ia merasakan ketegangan di dadanya mengendur, napasnya keluar dalam desah panjang yang lega. "Maaf, aku terlambat. Kau aman sekarang, aku sudah di sini," bisiknya lembut, mengelus punggung Elena, memberinya ketenangan yang sangat ia butuhkan."Ke mana tujuan kita sekarang, Tuan?" tanya Jack yang baru masuk ke dalam mobil.Meix menatap Elena yang masih menyembunyikan wajahnya di dadanya. "Berapa lama lagi sampai ke desa Bergdorf, Jack?"Jack kembali memeriksa navigasi di layar dasbor. "Sebenarnya sudah dekat, sekitar lima belas menit. Tapi karena jalannya bebatuan, mungkin butuh sekitar tiga puluh menit, Tuan."Meix mengecup pelan kepala Elena sebelum akhirnya mengambil keputusan. "Kita lanjutkan saja ke desa.""Baik, Tuan," sahut Jack, segera memasang sabuk pengaman."Bagaimana rekan Elena yang lain, Jack?""Mereka sudah dibawa ke rumah sakit terdekat, Tuan," sahut J