All Chapters of Jangan Menangis, Nona! Tuan Muda Akan Memanjakanmu : Chapter 221 - Chapter 230

*** Sekalipun Samantha tidak melihat secara langsung, tapi apa yang dikisahkan oleh Damien telah memberinya gambaran betapa peliknya situasi yang harus dihadapi oleh keluarga Frost saat itu. Kehilangan putri bungsu yang telah mereka besarkan sepenuh hati. Dari gadis polos berprestasi yang tanpa mereka tahu rupanya telah dirusak oleh pria yang tak bertanggung jawab. Sebuah kenyataan yang miris karena pria yang menghancurkan hidup adik perempuan Damien adalah pria yang sama yang pernah dicintai oleh Samantha. Pria yang pernah disebutnya sebagai ‘ayah’ dari anaknya. Melalui kisah itu, Samantha baru saja berpikir, apakah kepergian Gabriella itu adalah salah satu cara Tuhan untuk menyelamatkan masa depannya? Agar Gabriella tak pernah tahu kejahatan macam apa yang dilakukan oleh ayahnya. Seperginya dari pusara Seraphina siang itu, Samantha dibawa oleh Damien masuk ke dalam kamar yang ada di lantai atas di mansion milik orang tuanya. Kamar Seraphina. Tertata rapi, seprainya, selimutny

Di puncak hasrat.Sentuhan yang diberikan oleh satu sama lain membakar tubuh mereka berdua tanpa henti. Ranjang itu seperti berada di atas bara api, yang memberi sensasi panas mendebarkan di dada sehingga mereka berpeluh.Sekalipun sebelumnya Damien terkejut dengan yang dilakukan oleh Samantha, tetapi beberapa menit berjalan pria itu masih belum menyudahi pemanasannya.Masih berkutat di lekuk tubuh Samantha, membuat pemiliknya mengerang dan mengatur napas. Memanggil Damien dengan suara manjanya, dalam keberserahan.“Damien ....”Bibir Damien tertarik dari Samantha, berhenti memagut dan membiarkan jemari gadisnya itu membuka kancing sleepwear yang ia kenakan.Satu demi satu hingga tak bersisa.Pemandangan dada bidang Damien dan namanya yang terukir abadi pada bagian sebelah kirinya memantik debaran yang semakin besar.Samantha mengarahkan tangannya ke depan, menyentuh tato itu dengan ujung jarinya, terpaku untuk beberapa lama.“Sudah?” tanya Damien yang membuat Samantha seketika tersad

....Sekitar pukul sembilan pagi saat Anna memasuki ruang kerja Samantha untuk meletakkan beberapa file di atas meja.Sembari ia berjalan keluar setelahnya, terbesit pikiran seperti ini, ‘Kalau Bu Samantha memulai kuliahnya lagi, dia masih akan pergi ke sini, ‘kan?’Anna mulai terbiasa bekerja dengan Samantha dan rasanya mereka cocok serta melengkapi satu sama lain. Tapi begitu mendengar Samantha akan melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda, Anna berpikir kalau ke depannya akan lebih banyak tanggung jawab yang dibebankan untuknya.Seharusnya ia senang karena artinya ia memegang kepercayaan. Tapi di sisi lain ... ada ketakutan tersendiri, bagaimana jika ia tak bisa melakukannya dengan baik, sebaik Samantha?Helaan napas panjangnya terdengar saat ia memasuki ruang kerjanya. Tapi sebelum sampai di depan pintu, ia mendengar dering ponsel miliknya. Yang saat ia memeriksanya, itu datang dari Giovanni.Setelah penculikan terencana yang mereka lakukan beberapa waktu lalu, hubungan mereka m

Anna memandang Giovanni yang mendengus tak suka kala tanya itu terucap dari bibirnya sendiri.Tak ingin ikut terlibat, Anna melanjutkan untuk memotong sayurannya. Sementara Giovanni meminta wanita paruh baya yang baru saja mengabarkan kedatangan Florentina kepadanya itu untuk mengusir mantan pacarnya itu pergi.“Tolong beritahu dia kalau aku sedang ada tamu, Bu Lia,” ucap Giovanni, mengalihkan pandangannya kembali pada pan yang ada di atas kompor.“Baik, Pak Gio.”Pelayan rumah tangga itu pergi meninggalkan dapur, suara langkahnya kemudian samar menghilang, menyisakan Anna yang baru saja menyelesaikan wortelnya di atas cutting board.“Kamu suka truffle sauce?” tanya Giovanni dari samping kiri Anna.“Suka, Pak Gio bisa membuatnya?”“Bisa, Ann. Kamu tidak suka pedas?”“Suka juga.”“Aku buatkan saus lain kalau begitu, Untuk jaga-jaga kalau saus truffle-nya rasanya tidak enak.”Anna tertawa kecil mendengar kalimat itu. Aneh saja, Giovanni yang semula percaya diri dengan makanan yang akan

‘A-apa-apaan dia itu?’ Anna membatin sewaktu tanya itu keluar dari bibir Giovanni. Apa ini pengakuan cinta, atau kelanjutan akan bagaimana hubungan mereka ke depannya? Jika memang benar demikian, lantas mengapa Giovanni yang menanyakan seperti apa perasaannya? Kenapa ... bukan dia yang mengungkapkannya saja? “P-Pak Gio bicara apa?” tanya Anna balik, menyentuh sekilas pipinya yang ia rasa memanas. “Kamu mendengarnya, Ann.” “Ya ... memang aku mendengarnya. Tapi jujur saja aku tidak mau menjalin hubungan dengan seseorang yang masih belum selesai dengan masa lalunya. Aku tidak mau kalau hanya jadi pelarian.” “Memangnya aku begitu?” Anna mengerjapkan matanya beberapa kali, setelah bicara panjang lebar ... sebenarnya ia juga tak yakin dengan yang dikatakannya perihal Giovanni yang hanya menjadikan dirinya sebagai pelarian. Itu hanya asumsinya dari apa yang pernah pria itu lakukan dengan menjadikannya pacar pura-pura untuk menghadiri pernikahan Florentina tempo hari. “T-tidak juga,”