All Chapters of Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!: Chapter 161 - Chapter 170

"Apa maksudmu mengatakan hal itu padaku, Chloe?! Kau tidak tahu siapa aku, hah?!" Irina emosi mendengar jawaban Chloe. Ia tidak menduga kalau Chloe Valencia adalah wanita muda yang berani. Padahal, Irina belum mengatakan maksud dan tujuannya. Baginya ini hanyalah pemanasan, tetapi Chloe justru sudah menjelaskan dan mendirikan benteng di awal-awal, kalau ia tidak akan melepaskan anaknya begitu saja. "Kau pikir merawat lima anak sekaligus itu mudah, hah? Sedangkan kau hanyalah wanita sebatang kara! Apa yang kau banggakan dari pekerjaanmu itu? Kau pikir cukup?!" seru Irina, mudahnya ia tersulut emosi. Chloe menatap dingin Irina dengan berani. "Saya yang melahirkan anak saya, sembilan bulan saya mampu membawa mereka, artinya saya mampu menghidupi anak saya tanpa sepeser uang pun dari keluarga Anda, Nyonya," balas Chloe, nadanya berubah dingin tanpa gemetar sedikitpun. Chloe beranjak dari duduknya. "Kenapa Anda tidak langsung saja bicara inti dari pertemuan ini? Anda meminta saya data

"Mommy marah sama Daddy?" Suara kecil Adele terdengar, nadanya begitu sedih. Bahkan jemari mungilnya terasa meremas lengan Chloe dan ia mendongak menatap sedih pada Mamanya. "Mommy jangan menangis," ucap Adele lagi. Chloe menggeleng-gelengkan kepalanya dan menyeka air matanya. "Tidak, Sayang. Mommy tidak menangis. Dan, Daddy juga tidak marah kok sama Mommy," jawabnya, ia mencoba untuk tersenyum pada anaknya.Sesakit apapun hati Chloe, ia tidak mau terlihat sedih di hadapan anaknya.Dengan pakaian mereka yang kini sama basahnya, Chloe menggendong Adele turun dari dalam taksi saat tiba di depan rumah. Chloe menggendong Adele dan mereka berdua segera masuk ke dalam rumah. Suasana sepi membuat hari Chloe terasa sedih. Biasanya, anak-anaknya yang lain akan heboh, tapi saat ini sunyi. Chloe menyesal ia terlanjur marah tadi pada Caesar hingga ia meninggalkan si kembar empat. Tetapi Chloe tidak punya pilihan lain. "Mommy, ayo mandi dulu, setelah itu kita masak ya," ajak Adele meraih ta

"Jadi, Caesar membawa Dylan dan yang lainnya? Membawa mereka ke mana?" Adrien menatap Chloe yang kini tengah menata menu makan malamnya di meja makan. "Katanya ke rumah orang tuanya," jawab Chloe pelan. “Sepertinya acara makan malam bersama.” "Apa dia tidak mengajakmu? Kau 'kan Mamanya si kembar, Chloe..." Chloe tersenyum dan menggelengkan kepala. "Untuk apa mengajakku, Adrien. Aku hanya sebatas ibu untuk si kembar, aku bukan bagian dari mereka." Jawaban yang Chloe ungkapan membuat Adrien terdiam. Laki-laki itu terus mencoba memahami perasaan Chloe lebih dalam lagi. Sejak tadi, Chloe memang berbeda dari biasanya. Dia banyak diam seperti ada sesuatu yang begitu berat tengah ia pikirkan. "Ayo makan dulu, makan malamnya sudah siap," ajak Chloe pada Adrien dan Adele. "Princess mau duduk sama Mommy!" seru Adele, ia segera turun dari pangkuan Adrien. "Sini, Sayang," panggil Chloe melambaikan tangannya pada Adele. Chloe memangku Adele dan ia mengambilkan sup kesukaan anaknya yang b

"Kau apa-apaan, Caesar?!" Chloe melebarkan kedua matanya menatap Caesar yang tampak kesal dengan kedatangan Adrien bersama Chloe menjemput si kembar. "Kau tidak berhak melarang siapapun dekat denganku! Kau bukan siapa-siapaku!" desis Chloe pada laki-laki itu. "Tapi aku berhak banyak atas anak-anakku, Chloe! Mereka tidak akan ada tanpa aku!" seru Caesar dengan wajah mengeras. Si kembar saling berdempetan dan mereka memegangi tangan Chloe. Tapi tidak dengan Dylan yang berdiri bersedekap menanyakan keributan itu. "Sudah, sudah, ayo kita pulang saja, Mom," ajak Dylan mendekati Chloe dan menarik lengannya. "Iya. Alvino juga ingin pulang, tidak suka di sini," ujar anak itu cemberut. "Mommy dan Daddy bertengkar terus, seperti tidak ada acara lain saja." "Lebih baik kita pulang saja, Mom!" ajak Alvano. Anak-anak itu menatap Caesar dengan tatapan kesal. Termasuk Alvano dan Dylan yang begitu jelas memancarkan tatapan penuh permusuhan. "Daddy dan Oma itu tidak ada bedanya!" seru Alvano

Kedua mata Vidia melotot dipenuhi kabut ketakutan saat mendengar ancaman Caesar barusan. Vidia saat ini sudah menderita karena uangnya terus berkurang, ditambah lagi ia hidup menumpang, dan sekarang, Caesar mengancamnya lagi ingin membuat hidup Vidia lebih menderita! Vidia menggelengkan kepalanya dan mengencangkan tangisannya. Bagaimanapun juga, ia harus tampak menjadi korban dari semua ini. "Caesar, kenapa kau tega melakukan ini? Aku ... aku tahu aku salah, aku minta maaf padamu. Tapi aku mohon, Caesar ... aku tidak mau kau ceraikan!" pekik Vidia menangis mencekal kedua kaki Caesar. Caesar menoleh ke arah luar di mana beberapa orang di luar menatapnya dan Vidia. Caesar tahu, kemungkinan hal ini akan gempar di kalangan publik dan akan memicu berita konyol yang akan tersebar. "Aku tidak punya banyak waktu untukmu, Vidia!" seru Caesar lagi. Vidia yang menangis memeluk kedua kakinya, wanita itu mendongak menatapnya penuh luka. Sungguh, bila orang-orang melihat kejadian ini, merek