All Chapters of Dibutakan Cinta CEO Tampan: Chapter 21 - Chapter 30

5 Tahun berlalu.Kakinya yang dulu kecil tak berdaya telah mantap melangkah. Lion Daniel menjadi seorang balita lucu kebanggaan semua orang. Parasnya tampan, membuat jantung Shen berdesir, genetik Sky melekat lebih kuat dalam raganya.Matanya berwarna coklat muda, berseri melengkung indah jika hatinya bahagia. Ia gampang tertawa, pandai mengungkapkan rasa cinta, terkhusus kepada ibunya.“Terima kasih, ibuku.”“Sama-sama, sayang.”“Apa ibu akan keluar bekerja lagi?”Mata kecilnya penuh pertanyaan. Shen merasa bersalah, di usianya yang masih butuh kasih sayang penuh darinya, ia malah sibuk bekerja. Tidak ada pilihan, untuk menyambung hidup dan biaya tak terduga di masa depan, ia harus mengambil langkah sekarang.Shen berjongkok. Mensejajarkan tubuhnya dengan putra kecilnya sambil menciumi pipinya beberapa kali. Ia memeluk tubuh mungilnya sambil menatap penuh kasih sayang.“Ibu harus bekerja untuk masa depan Onill.”“Tapi masa depanku kan hanya perlu ibu. Ibu tidak perlu capek b

“Shen, meja VIP 1 kosong. Sebentar lagi ada tamu, tolong dibersihkan, ya?”Shen yang baru saja selesai mengantarkan pesanan kembali berjalan. Gelas-gelas, piring, sendok dan garpu yang kotor perlahan ia pindahkan. Tangannya semakin cekatan karena sebelumnya ia pun bekerja di toko mie.Setelah bersih, seseorang datang menyiapkan perkakas makan baru. Agaknya tamu VIP yang dikatakan Griselda, seniornya, sudah sampai. Shen bergegas menyiapkan sentuhan terakhir, namun belum sepenuhnya siap, ia malah terkejut menyaksikan wanita yang berjalan ke arahnya.“Shenina?”Emily tertegun, mengucek matanya untuk memastikan. Bertahun-tahun tak bertemu, akhirnya mereka dipertemukan pada waktu yang tak disangka-sangka. Tadinya ia ingin menghubungi Ruby, tapi tangannya lebih gatal untuk secepatnya menampar mulut wanita itu.“Kau kenal, Em?” Sahut gadis berambut blonde yang nampak seperti blasteran.‘Ah, kenapa harus bertemu Emily di sini, kalau tidak, bakal panjang urusannya’ Shen menyesal dalam ha

Dorr! Dorrr! Dorrr! Ia menarik pelatuk dan melakukan berulang kali. Dirinya sendiri sadar, semakin lama ia melakukan aktivitasnya tanpa henti, tangannya bisa menjadi kaku, paling parah cedera bahunya akan kambuh. Dragon memandang lurus, ia terus menghujani target dengan peluru—walaupun pelurunya khusus untuk latihan, ia menunjukkan emosi bertempur sungguhan. Penutup telinganya tak lagi terlihat, entah sudah terbawa angin atau sengaja dibuang. Manakala ia hendak pindah posisi ke target lain, matanya bersitatap dengan mata Erika yang sedikit marah. Dragon menurunkan pistolnya. “Kata papa kau tidak datang ke peninjauan proyek!” Erika merengut kesal, sekaligus berubah lucu ketika wajah yang jarang terlihat garang itu menunjukkan berang. Dragon hanya tersenyum, sambil berbalik dan kembali menembakkan peluru, ia dengar saja mamanya mengomel. “Dragon! Mama bukan speaker rusak!” “Aku tidak berpikir begitu, ma.” Dragon menjawab lembut, masih sibuk dengan sisa pelurunya.

“Daniel sayang, maaf kalau ibu harus menitipkanmu di sini, ya?”Daniel menyapu seluruh kawasan Daycare itu dengan bola matanya yang tampak membulat. Seumur-umur ia baru saja melihat tempat bermain yang luasnya hampir satu lapangan bola di kampung dulu. Di luar gedung, ia bisa melihat banyak anak-anak bermain, hanya saja hatinya resah, ia tak mengenal mereka.“Apa Oniell tidak bisa bersama bi Sari saja, Bu?”Shen memandang wajah Daniel dengan senyum, walaupun sebenarnya dalam hati ia sangat menyesal membiarkannya diasuh orang lain.“Bi Sari dan Bi Ayla sudah capek bekerja, sayang. Kita tidak boleh terus merepotkan mereka.”Mata Daniel berkaca-kaca, sepertinya ia belum terbiasa dengan lingkungan barunya. Tas ransel bergambar dinosaurus hijau di punggungnya naik turun, artinya ia amat gelisah.Shen melirik jam, waktunya tinggal sedikit. Manajer resto tidak akan mentolerir kesalahannya dua kali, yang pertama saja ia sudah harus potong gaji karena masalah Emily. Ia tak mau memotong g

“5 tahun kita menikah, kau masih memikirkan pembantu itu? Kau tidak malu?” Wanita di hadapan Sky itu menunjukkan belang aslinya di depan muka umum. Orang-orang sudah melirik, tetap saja ia tidak peduli. Saking besarnya kemarahan di hatinya itu, ia bahkan tak peduli lagi. “Tenanglah, Ruby! Banyak orang di sini!” “Katakan! Katakan bagaimana caranya aku tenang kalau kau terus mencoba mengikis kesabaranku? Kau tahu Shen bekerja di sini kan, makanya kau mengajakku kemari. Trus kalau kau bertemu dengannya kau mau apa? Kau mau bersama lagi dan meninggalkan semuanya?” Wajah Ruby yang lembut dan cerah, kini murung dan bengis. Sky tak henti menundukkan kepala, mereka telah menjadi tontonan gratis malam itu. Emosinya mulai tersulut ketika flash kamera orang-orang mulai diarahkan, terdengar seperti nada mencemooh dari berbagai arah. ‘Sial!’ batinnya. “Ini tidak ada hubungannya dengan dia, Rub! Sadarlah!” “Tidak ada? Hah! Kau dan Shenina sama-sama jahat!” Ayla yang hendak da