“Sayang, kamu mau pesan apa?” tanya Rafi dengan suara dibuat semanis mungkin. Tatapannya lembut, tapi sorot matanya berusaha meneliti reaksi Ara.Mereka duduk di sudut kafe yang cukup ramai siang itu. Beberapa karyawan kantoran duduk sambil bercengkerama, bunyi mesin kopi dan denting sendok beradu dengan gelas terdengar di antara obrolan. Aroma kopi dan pastry memenuhi udara. Dari luar, kafe tampak nyaman, tapi di meja Ara dan Rafi, suasananya justru penuh ketegangan.Ara bersandar ke kursinya, kedua tangan terlipat di dada, ekspresi wajahnya datar. Ia bahkan tidak menoleh ke arah Rafi, hanya menatap lurus ke depan dengan mata dingin.“Gak usah basa-basi, Raf. Kamu mau ngomong apaan?” suaranya tegas, tanpa keraguan.Rafi terdiam sebentar, tersenyum tipis, mencoba menjaga wibawa. “Sayang, kita makan dulu ya. Jangan bikin suasana kaku begini.”“Raf,” potong Ara cepat, nadanya dingin. “Bisa gak jangan manggil aku kayak gitu? Jujur aja, panggilan itu malah bikin aku makin jijik sama kamu
Last Updated : 2025-08-26 Read more