Begitu pintu apartemen tertutup rapat, ruangan terasa sesak. Hening. Hanya terdengar isakan lirih dari Ara yang sejak tadi menunduk dengan mata bengkak.Indri berdiri kaku di dekat pintu, tubuhnya gemetar. Perlahan ia melangkah maju, seolah setiap langkah adalah beban. Wajahnya sembab, matanya merah, bibirnya bergetar.“Ara,” panggilnya pelan, suara itu hampir terputus.Ara langsung mengangkat kepala, menatap dengan sorot penuh luka. Ia mundur dua langkah, tubuhnya kaku, matanya basah. “Jangan mendekat, Ma, aku masih belum bisa lihat Mama tanpa rasa sakit.”Kata-kata itu membuat jantung Indri seperti diremas. Ia terdiam, air matanya kembali jatuh tanpa bisa ditahan.“Ara, Nak, dengar Mama sebentar saja, Mama mohon,” ucap Indri lirih, mencoba mendekat. “Mama tahu gak, waktu Mama bilang jantungku harus diambil buat nyelametin Ana,” Ara langsung memotong, suaranya pecah. ‘’Mama tahu, itu tuh rasanya kayak Mama sendiri yang bunuh aku hidup-hidup!
Last Updated : 2025-09-05 Read more