Semua Bab Terjerat Obsesi Kakak Ipar: Bab 191 - Bab 200

Keesokan paginya, Inspektur Marco duduk berhadapan dengan Isabella dan Leonardo di ruang konsultasi rumah sakit. Wajahnya yang tegas sedikit berkerut melihat laporan medis Contessa."Saya mengerti keprihatinan kalian," ujar Inspektur Marco dengan suara berat, "tapi dalam kondisi kejiwaan seperti ini, tidak ada pengadilan yang akan menerima kesaksian Nyonya Contessa. Dia didiagnosis menderita PTSD berat, depresi katatonik, dan sering mengalami disosiasi. Secara hukum, dia dianggap tidak kompeten secara mental untuk memberikan kesaksian yang valid."Isabella hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Tapi dia adalah korban sekaligus saksi kunci! Dia tahu semua rahasia Damian dan jaringan di belakangnya!"Leonardo menahan emosinya dengan susah payah. "Tidak ada cara lain? Rekaman? Bukti dokumentasi?"Inspektur Marco menggeleng. "Semua bukti elektronik yang kalian serahkan sudah kami periksa. Tapi tanpa kesaksian yang kuat dari saksi yang kompeten secara mental, ini seperti berusa

Mereka menyadari betapa berbahayanya misi ini. Leonardo menghubungi ahli keamanan yang dipercayainya untuk memverifikasi informasi Contessa."Sistem keamanan vila Theodore memang legendaris di kalangan kami," kata sang ahli melalui video call. "Tapi jika informasi tentang terowongan rahasia ini benar, itu bisa menjadi celah kita."Contessa kemudian memberikan informasi paling berharga. "Menurut yang kudengar, di dalam bunker itu tidak hanya ada kompromat, tapi juga catatan transaksi gelap selama puluhan tahun, termasuk pembunuhan yang direncanakan, penyuapan pejabat, dan yang paling penting—bukti bahwa Theodore lah dalang di balik 'kecelakaan' yang menewaskan orang tua Isabella."Isabella tercekat. "Apa? Orang tuaku?"Contessa mengangguk pelan. "Aku dengar Theodore dan Adam—ayah Damian—berbicara tentang itu. Mereka takut warisan besarmu akan mengalahkan bisnis keluarga mereka."Leonardo memegang erat tangan Isabella yang gemetar. "Ini lebih personal dari yang kita kira."“Tapi, orang

Tak lama kemudian, Isabella di dampingi Leonardo berada di ruang meeting yang ada di gedung penthouse milik mereka.Dengan tangan gemetar, ia meletakkan dokumen berbahasa Italia itu di atas meja. Huruf-huruf hitam di atas kertas berkualitas itu seolah menari-nari di depan matanya, membentuk kata-kata yang membuatnya ingin muntah. Antara kesal dan muak."Tolong jelaskan pada saya... apa arti dokumen mengerikan ini?" pinta Isabella ke pengacara.Pengacara tua itu dengan hati-hati mengenakan kacamatanya, lalu mulai membaca. Tak sampai satu paragraf, wajahnya berubah pucat. "Dio mio... Tuhan... Ini sangat mengerikan, Signora Ricci.""Benar, mereka menulis namaku seolah-olah aku adalah... barang?" Isabella menagtakan itu menahan emosi, tangannya mengepal kuat "Aku ditukar dengan saham? Seperti mobil bekas atau properti, aku ingin Anda membantu memberikan aku insight apa yang harus aku lakukan. Dan apakah transaksi ini valid?"Leonardo yang duduk di sampingnya segera memeluk bahunya. "Tenan

Kantor Esposito & Partners yang megah menghadap langsung ke Piazza del Duomo, dengan katedral yang menjulang sebagai latar belakang yang dramatis. Di balik meja kayu oak berukir besar, Pengacara Esposito—seorang pria paruh baya dengan rambut silver yang tertata rapi dan kacamata baca yang membuatnya tampak serius—dengan cermat menyusun berkas tuntutan tambahan."Dokumen-dokumen ini," ujarnya sambil menata tumpukan kertas di atas meja, "akan menjadi paku terakhir untuk peti mati hukum Damian Rossi."Isabella duduk di seberangnya, mengenakan setelan bisnis berwarna navy yang membuatnya terlihat tegas namun elegan. Leonardo di sampingnya tak lepas mengamati setiap gerakan sang pengacara."Signora Isabella," Esposito memecah kesunyian dengan suara yang dalam namun jelas, "setelah mempelajari dokumen perdagangan manusia yang kalian temukan, kami akan menambahkan dua pasal utama: Codice Penale Art. 601 tentang tratta di persone dan Art. 600 tentang riduzione in schiavitù."Dia mengangkat du

Beberapa minggu setelah pertemuan dengan Pengacara Esposito, kehidupan Isabella dan Leonardo mulai menemukan ritmenya yang baru. Kasus Damian telah memasuki fase menunggu yang panjang—sebuah permainan kesabaran hukum yang melelahkan namun penuh keyakinan. Di tengah jeda inilah, benih-benih pemikiran tentang London mulai bertunas.Suatu sore yang tenang di penthouse Milan, Isabella duduk memandangi album foto Leandro dan Ginevra. Halaman demi halaman menceritakan pertumbuhan mereka—dari bayi merah yang mungil hingga balita yang mulai aktif bereksplorasi. Leonardo mendekat, membawakan dua cangkir teh chamomile."Mereka tumbuh begitu cepat," gumam Isabella, jemarinya menelusuri foto Ginevra yang sedang tertawa.Leonardo duduk di sampingnya. "Aku sempat berbicara dengan Dr. Moretti kemarin. Dia bilang Contessa menunjukkan kemajuan signifikan. Keluarganya di London sangat ingin dia pulang."Isabella mengangkat wajah, mata berbinar. "Kau pikir... ini saat yang tepat untuk mengunjungi London