Aruna tahu dirinya sudah tak punya wajah untuk menatap dunia. Setiap kali ia memejamkan mata, yang muncul hanya dua sosok: Adrian dengan tatapan hancur penuh pengkhianatan, dan Leonardi dengan sorot mata yang tak memberinya ruang bernafas. Antara cinta dan penjara, ia terjebak, dan tak ada pintu keluar.Ia duduk di tepi ranjang besar milik Leonardi, bahunya gemetar, jemarinya saling meremas. Lantai marmer berkilap di bawah kakinya terasa seperti kaca—dingin, rapuh, siap pecah kapan saja. Keringat dingin menempel di telapak tangannya, meninggalkan basah yang menusuk kulit.Sisa napasnya berantakan, dada naik-turun tak beraturan. Seolah setiap helaan napas hanya membawa pulang pecahan dirinya yang tercecer satu demi satu.Di sudut ruangan, Leonardi berdiri tegak, tubuhnya membentuk siluet gelap yang menelan cahaya lampu. Bayangannya seakan hidup, menempel pada dinding, dan membungkus seluruh ruang.Keheningan terasa menyesakkan. Hanya bunyi jam di dinding yang berdetak, keras, menusuk,
Terakhir Diperbarui : 2025-07-15 Baca selengkapnya