Terbelenggu di Kamar Hasrat Sang Bos

Terbelenggu di Kamar Hasrat Sang Bos

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-07-21
Oleh:  EllailaistOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
60Bab
16Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

“Saat kau melangkah masuk ke kamar itu, kau bukan lagi milikmu sendiri. Kau miliknya—sepenuhnya.” Aruna pikir pekerjaannya hanya menyiapkan laporan dan kopi untuk bosnya, Leonardi. Tapi semua berubah ketika ia menemukan kamar rahasia yang penuh misteri dan hasrat terlarang. Sejak saat itu, Aruna terseret ke dalam dunia gelap sang miliarder dingin—tempat ketakutan, trauma, dan godaan bercampur menjadi candu. Semakin ia berusaha lari, semakin erat Leonardi menggenggam hatinya. Apakah Aruna mampu melepaskan diri… atau justru akan memilih terikat selamanya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

BAB 1 - Hari Pertama

“Aku harus kuat. Demi Renata. Demi Ibu. Demi keluarga kecilku.”

Aruna meremas jemarinya erat-erat, seolah kalimat itu mampu menghentikan gemetar yang terus merayap dari ujung kaki hingga tenggorokannya.

Udara pagi di Jakarta selalu terasa berat, seolah memaksa setiap orang bernapas lebih keras agar tetap hidup. Aruna menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah keluar dari mobil Taksi online yang mengantarnya. Jantungnya berdetak tak beraturan, seperti drum yang ditabuh terlalu cepat. 

Mobil Taksi online yang tadi mengantarnya sudah melaju pergi, meninggalkan dirinya yang saat ini sedang berdiri di depan sebuah bangunan yang begitu megah sekaligus mencekam.

Wiratama Corp.—gedung bertingkat tinggi dengan dinding kaca hitam yang berkilau di bawah sinar matahari. Tulisan nama perusahaan itu terpampang besar di atas pintu masuk, huruf-huruf peraknya berkilau dan memantulkan bayangan dirinya yang tampak kecil, rapuh, dan entah kenapa seperti terjebak dalam dunia yang bukan miliknya.

Aruna mengepalkan tangan, berusaha sekuat tenaga menenangkan degup jantungnya yang mulai liar, dan kini ia berusaha menegakkan bahu yang sebenarnya ingin roboh. Ia mengingat wajah Renata—adik perempuannya yang selalu ceria meski tubuhnya ringkih karena sakit. Ia juga terbayang ibunya yang kian menua, wajahnya penuh keriput tapi masih berusaha tersenyum setiap pagi. Semua beban itu kembali berbisik dalam kepalanya: Aku harus kuat. Kalau aku menyerah, siapa lagi yang akan menjaga mereka? Semua ini demi mereka. Demi keluarga yang masih menunggu di rumah kontrakan sempit di ujung gang.

Begitu melangkah masuk, hawa dingin AC langsung menyergap kulit wajahnya membuat wajahnya yang sedari tadi pucat, menjadi sedikit kemerahan. Lobi luas itu dipenuhi orang-orang berjas rapi, berjalan cepat dengan ekspresi kaku, seakan setiap langkah mereka telah diatur oleh jam yang tak pernah berhenti berdetak. Tidak ada yang menoleh, tidak ada yang menyapa, bahkan sekadar senyum pun tidak. Seolah semua orang di sini sudah terbiasa menjadi bayangan yang hanya bergerak sesuai perintah.

Di balik meja resepsionis berdiri seorang perempuan berwajah pucat sempurna, dengan riasan tipis yang membuatnya tampak seperti boneka porselen. Tatapannya tajam, menilai, mengukur.

“Aruna Ayudya?” tanyanya datar, seakan nama itu tidak lebih penting daripada nomor antrean.

Aruna mengangguk cepat, jemarinya meremas map berisi kontrak kerjanya hingga hampir kusut.

“Lantai dua puluh lima. Asisten pribadi Pak Leonardi sudah ditunggu,” jawab resepsionis itu sambil menunjuk ke arah lift di sisi kiri.

Suara ting lift ketika pintunya terbuka terdengar begitu nyaring, menembus rongga dadanya. Bagi Aruna, suara itu lebih mirip dentang lonceng kematian ketimbang panggilan kerja baru. Ia melangkah masuk dengan hati-hati, menekan tombol angka 25.

Lift bergerak naik, lambat tapi mantap. Angka digital di atas pintu berubah satu per satu: 10… 11… 12… Seakan waktu sengaja mempermainkannya, memperpanjang detik-detik penyiksaan rasa takut. Napas Aruna tercekat, telapak tangannya dingin dan basah oleh keringat.

“Demi Renata. Demi Ibu,” ia kembali berbisik, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Ketika pintu lift terbuka, suasana di lantai dua puluh lima berbeda dari lobi bawah. Sunyi. Terlalu sunyi. Hanya ada beberapa meja kerja dengan komputer rapi, seperti tidak pernah disentuh manusia. Tidak ada suara obrolan, tidak ada tawa, hanya derik keyboard dan dengung AC yang mencekik.

Di ujung lorong panjang itu, sebuah pintu kaca buram berdiri angkuh. Tulisan di atasnya membuat jantung Aruna serasa berhenti:

Leonardi Wiratama, CEO.

Ia menelan ludah, lalu mengangkat tangan. Tiga ketukan pelan terdengar di pintu itu. Tidak ada jawaban. Ia mengetuk lagi sambil menelan sisa-sisa ludah di tenggorokannya yang mengering, kali ini lebih hati-hati, lebih ragu.

Tiba-tiba, pintu terbuka dari dalam.

Sosok tinggi berbalut jas hitam berdiri membelakanginya, menatap ke luar jendela besar yang memamerkan pemandangan Jakarta dari ketinggian. Satu tangan pria itu terselip di saku celana, sementara tangan lainnya memegang gelas kaca berisi cairan cokelat gelap. Entah kopi atau mungkin bourbon—Aruna tak berani menebak. Matanya hanya berani melirik di ujung. Tak berani melihat, apalagi menoleh ke arah pria itu.

Leonardi Wiratama.

Aruna tahu itu bahkan sebelum pria itu berbalik. Energi yang dipancarkannya terlalu pekat, terlalu kuat, membuat udara di ruangan seolah kehilangan oksigen.

Diam. Sunyi. Waktu terasa beku di ruangan itu. Aruna merasakan udara di paru-parunya seakan menghilang. Ia menunduk pelan, berusaha mengatur napas agar tidak terdengar.

“Masuk,” suaranya berat, dalam, dan berwibawa. Satu kata saja cukup membuat bulu kuduk Aruna meremang.

Aruna melangkah pelan, menutup pintu di belakangnya dengan hati-hati. Ia berdiri tegak di depan meja besar, menunduk tanpa berani menatap wajah pria itu. Tubuhnya kaku, napasnya tertahan.

Leonardi masih berdiri memunggunginya, lalu perlahan berbalik. Lalu berjalan pelan. Suara derap sepatu kulit mewah Leonardi mendekat menuju tempat Aruna berdiri. Setiap langkahnya terdengar lambat, terukur, namun sangat mengintimidasi. Saat akhirnya Aruna mendongak sedikit, tatapan mereka bertemu. Tatapan itu...

Dingin. Tajam. Menusuk. Seolah mata itu mampu menembus lapisan terdalam jiwanya, mengungkap rahasia yang bahkan belum pernah ia ucapkan pada dirinya sendiri.

Aruna refleks menunduk lagi, tidak sanggup menahan tatapan itu lebih lama.

“Aruna Ayudya,” Leonardi mengulang namanya dengan intonasi yang terdengar seperti perintah.

Aruna hanya mampu mengangguk kecil.

“Latar belakangmu cukup baik,” ia melanjutkan sambil menatap berkas di meja. “Nilai universitasmu memuaskan. Disiplin. Dan… kau butuh uang untuk adikmu, Renata, serta ibumu yang sakit.”

Aruna terkejut. Bagaimana dia bisa tahu? Batinnya

Sudut bibir Leonardi melengkung tipis. Seolah bisa membaca pikiran gadis itu “Di sini, semua informasi bukan hanya milikmu.”

Ia melangkah pelan memutari meja, suaranya terdengar mantap di atas lantai kayu. Setiap langkah mendekat membuat jantung Aruna berdegup makin cepat. Saat berhenti tepat di sampingnya, jarak mereka hanya beberapa sentimeter.

Aruna bisa mencium aroma tubuh pria itu. Maskulin, segar, dengan sentuhan kayu manis dan pahit yang samar-samar menyeruak dari tubuh Leonardi yang terbalut setelan jas mewah. Aroma itu membuat kepalanya berputar.

“Tugasmu sederhana,” ucap Leonardi, suaranya rendah tapi penuh tekanan. “Ikuti semua perintahku. Tanpa pertanyaan. Tanpa drama.”

Aruna menahan napas, jemarinya bergetar hingga hampir menjatuhkan map.

Leonardi menundukkan kepala, mendekatkan wajahnya ke telinga Aruna. Napas hangatnya menyapu kulitnya, membuat bulu kuduknya berdiri. Urat Aruna menegang. Napasnya beradu dengan detak jantungnya seolah berteriak ingin keluar dari tubuhnya.

“Dan satu lagi…” ia berbisik tepat di telinga Aruna.

“Jangan pernah coba mengenalku.”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
60 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status