“Jangan pernah mencoba mengenalku.”Kalimat itu terus menghantui Aruna, bahkan saat fajar baru saja menyapu langit. Suara rendah itu masih terasa di telinganya, dingin seperti mantra yang mengekang jantungnya.Pukul 05.30 pagi, ia sudah duduk di meja makan, menatap roti panggang yang tak lagi hangat. Matanya sembab, bukan karena menangis, melainkan karena ia hampir tidak tidur semalaman. Setiap kali memejamkan mata, ia kembali mendengar langkah sepatu di koridor kantor, hembusan napas dekat telinganya, dan tatapan tajam yang menelanjangi jiwanya.Aku harus kuat, ia menegaskan pada dirinya sendiri. Demi Renata. Demi Ibu. Demi keluarga kecilku. Tidak boleh ada kesalahan.Dengan tekad itu, Aruna berangkat lebih pagi dari biasanya. Begitu tiba di kantor, ia langsung menyalakan laptop dan membuka folder khusus berisi jadwal harian Leonardi. Layar dipenuhi tabel rapi: nama klien, topik rapat, ruangan, hingga preferensi makanan dan minuman setiap tamu. Ia mengetik, menggeser, mengecek ulang,
Terakhir Diperbarui : 2025-07-11 Baca selengkapnya