All Chapters of ISTRI BONEKA TUAN SADEWA: Chapter 31 - Chapter 40

"Ah... Sa.. Sadewa.." "Ya, panggil saya begitu," kata Sadewa puas. Ada seringai kecil di wajahnya ketika Linda mendesahkan namanya. Dan pria itu makin bersemangat untuk membuat Linda mendesahkan lagi namanya. Linda sendiri hanya bisa pasrah saat tangan Sadewa tak hanya diam menyangga kepalanya, melainkan mulai bergerilya di sekitar tubuhnya. Tangan besar dan tebal itu menyentuh apa saja yang bisa ia sentuh, sementara mulut pria itu masih asyik meninggalkan jejak cinta di sekitar lehernya yang terekspose. Lalu turun perlahan ke sekitar bagian bagian bawah lehernya. Pria itu menyesap kulit itu perlahan, membaui harum tubuh Linda yang yang bercampur dengan keringat. Dan itu makin membangkitkan keinginan kotornya yang tak bisa lagi terbendung."Ah..." Dan lagi, satu erangan lolos dari Linda saat tangan kiri Sadewa menyentuh aset menonjol Linda. Meremasnya pelan di balik kain tipis gaun tidur merah mudanya. Ia mendongak, matanya menatap lurus ke arah Linda yang tengah merem-melek k

"Ada apa, Sayang?" Adalah kata pertama dari Sadewa yang Linda dengar saat sambungan telepon itu terhubung. Linda mengerutkan keningnya bingung awalnya kenapa Sadewa memanggilnya 'sayang', tetapi ia detik berikutnya ia bisa menangkap jika Sadewa sekarang ini sedang bersama orang lain di kantornya."Ah nggak... Apa kita bisa bicara sebentar?" kata Linda ragu-ragu. Linda sudah selesai sarapan. Menu sarapan kali ini pun tak ada bedanya dengan kemarin—makanan tiongkok yang tak terlalu Linda suka tentu saja. Setelah itu, ia kembali ke kamarnya. Dan tentu saja pelayan itu juga mengikutinya. "Ada apa? Saya sudah sendiri di luar." Linda menoleh ke kanan dan kiri. Di sana ada ketiga pelayan barunya yang sedang membersihkan kamar Linda. Entah betulan membersihkan atau hanya pura-pura saja agar bisa berlama-lama di sini. "Ada tiga orang yang katanya kamu tugasin buat bantu-bantu kebutuhan aku di rumah," kata Linda akhirnya."Lalu?" tanya Sadewa lagi di seberang telepon. "Betulan kamu yan

Rasanya seharian ini melelahkan. Padahal yang Linda lakukan hanyalah mandi, makan, bengong di taman, makan lagi, mandi lagi, dan bengong lagi di kamarnya. Oh, tentu saja Linda lelah setengah mati. Bagaimana tidak lelah jika setiap kali Linda melakukan sesuatu, ada tiga pasang mata yang tampak seperti sedang mengawasinya?Iya, ketiga pelayan itu, alih-alih pelayan mereka lebih mirip seperti pengawas yang sedang mengawasi tiap gerak-gerik Linda untuk dilaporkan kepada Sadewa. Untungnya, sepertinya mereka tidak ikut masuk juga ke kamar Linda saat ia bilang ingin istirahat di kamar. Meski Arum tampaknya bersiteguh akan berada di sekitaran pintu kamar Linda, takut-takut Linda butuh sesuatu katanya. "Takut saya butuh sesuatu atau takut saya ngelakuin sesuatu yang bikin kamu dimarahi bos kamu?!" desis Linda kesal saat ia kembali ingat pelayannya yang satu itu. Iya. Linda sudah pada kesimpulan itu setelah seharian ini bersama mereka bertiga. Mereka bertiga bukan pelayan biasa. Mereka,

Linda sempat mengira kejadian kemarin hanyalah mimpi. Oh, tentu saja. Perempuan biasa ini tiba-tiba memiliki tiga orang pelayan yang akan mengurus segala kebutuhannya. Tentu saja itu terasa seperti mimpi. Namun pagi ini, ketika gorden kamarnya kembali terbuka dan sinar matahari yang menyilaukan menyusup masuk. Dan juga siluet empat perempuan berseragam pelayan berdiri di depannya. Saat itu juga, Linda yakin kemarin bukanlah mimpi. Dan itu membuat Linda tak ingin terbangun dari tidurnya. Kenapa juga keempat orang itu memiliki akses untuk masuk ke kamar dia dan Sadewa, sih?!Bukannya kamar mereka ini harusnya tidak bisa dimasuki siapapun tanpa izin ya?!"Nyonya, sudah saatnya bangun dan sarapan. Lalu setelah itu membersihkan diri."Suara Arum yang kembali terdengar memerintah itu membuat Linda makin semangat menutupi wajahnya lagi dengan bantal. 'Apa Sadewa sudah berangkat kerja lagi, ya? Makanya mereka sudah berkeliaran saja di kamarnya begini?!'"Nyonya, Anda harus mengantarkan Tu

"Nyonya, ke mana saja?"Rayhan tampak panik begitu melihat Linda yang baru saja kembali. Wajar saja, sudah hampir dua jam sejak kepergian Nyonya-nya tanpa kabar.Ia bahkan sempat bersiap untuk menyusul jika Linda tak kunjung kembali. Untunglah, tepat ketika ia turun dari mobil, sosok Linda muncul dengan wajah tenang, seolah tak terjadi apa-apa."Bukannya saya sudah bilang kalau saya bertemu dengan orang yang sudah membantu ayah saya?" jawab Linda santai. Dia menoleh sekilas ke arah sopirnya yang masih berdiri mematung di depan mobil."Ayo, kita pergi," kata Linda.Sopirnya itu pun segera berlari ke arah mobil dan membuka pintu belakang untuk Linda."Mari Nyonya, kita pulang," katanya.Linda yang mendengar perkataannya mengernyitkan keningnya."Kata siapa kita pulang? Saya lapar. Jadi, antar saya makan dulu, baru setelah itu pulang," katanya yang setengahnya benar setengahnya lagi tidak. Mumpung ia sudah ke luar, bukankah ia harus menikmatinya sedikit lebih lama. Terlebih, ia juga i