Dalam perjalanan menuju Kampus tempat Eric mengajar, Venus masih sesekali terisak. Dinginnya pendingin udara dalam mobil tidak semengerikan dingin yang menggerogoti tulang Venus. Air matanya belum juga kering, membasahi kemudi mobil yang dia pegang erat. Pikiran tentang tamparan Angel, pengkhianatan Nova, dan pandangan penuh kebencian itu berputar-putar tanpa henti.Dengan jari yang masih gemetar, dia menekan nomor Ian di layar sentuh mobil. Telepon tersambung setelah beberapa dering.“Halo, Sayang?” suara Ian terdengar tenang, seperti biasa.Suara itu memecah bendungannya. “Ian,” desis Venus, suaranya tercekik oleh isakannya. “Ian, kalau kamu nggak ada kuliah lagi, aku ke Kampus, ya?” Dia mencoba menahan tangis, tapi suaranya masih bergetar.Di seberang telepon, Ian terdiam sejenak. Mungkin dia mendengar sesuatu di suara Venus. Sebuah kepanikan, keputusasaan. “Tapi aku bawa mobil, Sayang,” jawabnya, logikanya masih berjalan.
Last Updated : 2025-09-12 Read more