Beberapa jam kemudian. Udara lembap dan dingin menusuk.Meilin perlahan membuka mata. Tubuhnya sakit, kepala berdenging. Ia melihat sekeliling: dinding kayu kusam, lampu redup menggantung di langit-langit, dan bau karat logam memenuhi udara. Di dalam sebuah gudang tua.Anli duduk bersandar di dinding, wajahnya pucat, tapi tetap sadar. Tangannya memegangi perut, sementara kedua pergelangan tangannya terikat.“Kakak…” suara Meilin serak. “Kita… di mana?”“Entah,” jawab Anli pelan. “Tapi mereka membawa kita jauh dari hutan.”Meilin mencoba bangkit, tapi kakinya lemah. Ia mendekat dengan merangkak, menatap Anli yang tersenyum tipis."Kamu hebat tadi, Meilin,” kata Anli lembut. “Kamu sudah melampaui batasmu.”“Saya gagal melindungi Kakak,” Meilin menunduk, air matanya jatuh.“Tidak,” potong Anli dengan suara tenang. “Kamu belum gagal. Karena kita… belum kalah.”Suara langkah kaki terdengar dari luar.Berat, berirama, dan semakin mendekat.Anli memiringkan kepalanya sedikit, napasnya tertah
최신 업데이트 : 2025-10-28 더 보기